WahanaNews.co | Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), mengaku terkejut Taliban dapat menguasai Afghanistan dengan
cepat.
Ia pun membeberkan strategi Taliban
dapat merebut kekuasaan.
Baca Juga:
Taliban: Tugas Wanita Itu Melahirkan, Bukan Jadi Menteri
Strategi Taliban ini ia ketahui karena
dirinya kerap mendorong perdamaian antara pemerintah Afghanistan dengan
Taliban.
Jusuf Kalla pun pernah diundang untuk
bertemu pemerintah Aghanistan dan Taliban.
Pada Desember 2020, ia bertemu
Presiden Ashraf Ghani bersama jajaran menterinya.
Baca Juga:
Taliban Izinkan Perempuan Afghanistan Kuliah, Tapi…
"Presiden Ashraf Gani mengundang saya
untuk bertemu mereka dan semua pejabatnya, untuk meminta pandangan dan nasihat
saya, solusi apa yang bisa dicapai untuk mencapai perdamaian," tutur JK, Senin
(16/8/2021).
Lalu, pada Januari 2021, ia bertemu perwakilan Taliban di Doha, Qatar.
Saat itu, ia mendorong Taliban untuk
mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan pemerintah Afghanistan.
"Taliban menolak gencatan senjata.
Katanya, "Tunggu realisasi pulangnya
Amerika"," ungkap JK.
Menurut JK, penolakan itu justru
menunjukkan Taliban cerdik.
Mereka sudah memiliki strategi
menguasai Afghanistan saat itu.
"Jadi, itu
strategi yang menguntungkan Taliban. Mereka pintar, negosiasi dulu Amerika.
Amerika pulang, baru mereka merebut seluruh
Afghanistan," beber JK.
Sebelum perebutan kekuasaan itu, Jusuf
Kalla sempat menghubungi Presiden Ashraf Ghani menanyakan kabar Afghanistan.
Presiden Ghani, kata JK, mengklaim
pemerintah Afghanistan siap melawan Taliban dengan 40 ribu tentara yang telah
dilatih Amerika dan persediaan senjata canggih.
"Ternyata, latihan
itu dan persediaan persenjataan yang hebat tidak bisa, kalau tidak ada
semangat," kata JK.
Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah Afghanistan begitu bergantung pada Amerika.
Sementara, tentara Afghanistan tidak
mau melawan saudara senegara.
Selain itu, ada pemahaman bahwa
Taliban sebenarnya hanya memusuhi Amerika Serikat, bukan pemerintah
Afghanistan.
Menurut JK, masyarakat Afghanistan pun
sebagian besar mendukung Taliban.
Dukungan itu karena rakyat melihat pemerintah Afghanistan bergantung pada Amerika.
"Tentu kalau tidak ada dukungan dari
masyarakat, Taliban tidak bisa merebut Afghanistan begitu cepat. Rakyat juga
tahu mereka tergantung pada Amerika," ucap JK.
Maka, Taliban dapat merebut sejumlah
kota di Afghanistan tanpa perlawanan dari tentara pemerintah.
"Begitu Taliban masuk, pemerintah
Afghanistan di kota-kota lain di Jalalabad, di Kandahar itu langsung pulang.
Begitu juga di Kabul. Mereka masuk sampai Istana tidak ada perlawanan karena
mereka tidak mau terjadi pertempuran antara mereka," kata JK.
Di sisi lain, ada analisis berbeda
datang dari pakar politik Asia Selatan, Michael Kugelman.
Menurut Kugelman, kecerdikan Taliban
dipermudah oleh korupsi di dalam pemerintah Afghanistan.
Selama bertahun-tahun, pasukan Taliban
telah mengontrol beberapa distrik di seluruh Afghanistan.
Mereka juga memiliki persediaan
senjata yang direbut dari tentara Afghanistan.
"Mereka memperkaya sumber keuangan di
luar perdagangan narkoba membuat kelompok bersenjata itu semakin kaya," tulis
Kugelman, dilansir dari Aljazeera.
Sementara, korupsi merajalela di dalam
pemerintahan dan tentara Afghanistan.
Sejak 2014, tentara Afghanistan tak
mampu melawan Taliban di garis depan.
Hanya pasukan elite Afghanistan yang
mampu berperang di garis depan.
Sementara, pasukan lainnya kekurangan
peralatan dan sering tidak diberi gaji.
"Korupsi berkembang dan mental pasukan
anjlok. Pasukan Afghanistan menerima sedikit dukungan dari pemerintah, yang
berjuang untuk mengembangkan strategi kontra-pemberontakan Taliban," jelas
Kugelman.
Lebih jauh, keberadaan Amerika di
Afghanistan tak akan mampu berbuat banyak.
Bahkan, Taliban dapat melancarkan perang terbuka, bila Amerika tetap
bertahan di Afghanistan.
"Bahkan dengan Amerika di sana
beberapa tahun belakangan, Afghanistan menderita banyak korban dengan rekor
angka kematian dan serangkaian pembunuhan yang sengaja menyasar warga sipil," kata
Kugelman. [dhn]