WahanaNews.co, Jakarta - Pasukan Ukraina menggunakan rudal Patriot yang dipasok oleh Amerika Serikat (AS) untuk menembak jatuh pesawat angkut militer Rusia yang membawa 65 tentara Kyiv yang menjadi tawanan perang.
Informasi ini diungkapkan oleh media pemerintah Prancis, Radio France, yang mengutip sumber di militer negara tersebut.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Pada Rabu (24/1/2024) pagi, pesawat angkut militer tipe Il-76 tersebut ditembak jatuh di Wilayah Belgorod Rusia.
Seluruh penumpang di dalamnya, termasuk 65 tawanan, enam awak pesawat, dan tiga tentara Rusia, tewas dalam insiden tersebut.
Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dilaporkan oleh RT pada Jumat (26/1/2024), mengklaim bahwa pesawat itu ditembak jatuh oleh rudal anti-pesawat yang diluncurkan oleh pasukan Ukraina.
Baca Juga:
Selama di Indonesia Paus Fransiskus Tak Akan Naik Mobil Mewah-Anti Peluru
Menurut kementerian tersebut, para tawanan tersebut akan diangkut ke kota Belgorod untuk ditukar dengan prajurit Rusia yang ditawan di Ukraina.
Mereka juga mengatakan bahwa Ukraina telah diberitahu tentang penerbangan tersebut.
Meskipun sumber Radio France tidak memberikan informasi tambahan, laporan tersebut mendukung pernyataan sebelumnya dari seorang anggota parlemen senior Rusia bahwa rudal pertahanan udara Patriot atau mungkin Iris-T Jerman digunakan untuk menembak jatuh pesawat tersebut.
Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa rudal tersebut diluncurkan dari pinggiran kota Liptsy di Kharkiv, sekitar 100 km dari lokasi jatuhnya pesawat.
Sistem Patriot Amerika dan Iris-T Jerman dianggap mampu menyerang target pada jarak tersebut.
Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina mengakui pada hari Rabu bahwa mereka secara teratur menggunakan sistem rudal semacam itu untuk menargetkan penerbangan militer Rusia di wilayah tersebut, tanpa secara eksplisit mengakui bahwa sistem Patriot yang menembak jatuh Il-76.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky belum mengakui bahwa pasukannya bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat Il-76 Rusia.
Dalam sebuah pernyataan, dia menyerukan penyelidikan internasional untuk menentukan "semua fakta nyata” seputar insiden tersebut.
Langkah mendekati pengakuan kesalahan datang dari lembaga intelijen militer Ukraina, GUR.
Dalam pernyataannya, lembaga tersebut mengklaim bahwa mereka tidak diberitahu mengenai kewajiban mereka untuk menjaga keamanan wilayah udara di perbatasan, dan mereka tidak memiliki pengetahuan terkait dengan bagaimana transportasi para tawanan akan dilakukan.
Gedung Putih belum memberikan tanggapan terhadap tuduhan penggunaan sistem rudal Patriot dalam insiden tersebut. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional, John Kirby, menyatakan, "AS tidak dapat mengonfirmasi laporan apapun mengenai serangan itu, dan saat ini sedang berusaha untuk mendapatkan klarifikasi serta informasi tambahan terkait peristiwa tersebut.”
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, meminta pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu untuk membahas insiden ini.
Meskipun Rusia meminta pertemuan darurat, Prancis yang saat itu memegang kepemimpinan bergilir di dewan tersebut menolak permintaan tersebut dan malah mengadakan pertemuan pada Kamis sore.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]