WahanaNews.co | Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu menuding Amerika Serikat (AS) telah ikut campur dalam pemilihan presiden dan parlemen Turki yang akan datang.
Berbicara kepada CNN Turk, Soylumenyoroti keputusan kandidat presiden Muharrem Ince, yang memimpin oposisi Partai Tanah Air, untuk mundur dari pencalonan pada hari Kamis menjelang pemungutan suara hari Minggu.
Baca Juga:
Dua Oknum ASN Pemkab Manokwari Disebut Bawaslu Langgar Netralitas
Ince mengaitkan penarikan itu dengan "kampanye fitnah", yang melibatkan dirilisnya rekaman seks yang diduga dia anggap palsu.
Mundurnya Ince terjadi di tengah kekhawatiran kalangan tokoh oposisi bahwa pencalonannya dapat merusak peluang elektoral Kemal Kilicdaroglu, ketua partai CHP, yang muncul sebagai pesaing utama Presiden Recep Tayyip Erdogan.
“Amerika telah ikut campur dalam pemilihan ini sejak awal. (Presiden AS Joe) Biden mengatakan bahwa kami tidak dapat melakukan ini dengan kudeta pada tahun 2016. Kali ini kami akan melakukannya dengan pemilu, bukan kudeta,” klaim Soylu.
Baca Juga:
KPU Bone Bolango Sosialisasikan Pembentukan Pantarlih untuk Pemilihan Bupati Tahun 2024
“(Itu) logika dasar. Jika kita menarik Ince, kita akan mendapatkan suara yang diberikan kepadanya,” imbuhnya seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (12/5/2023).
Soylu melanjutkan dengan mengklaim bahwa Ince diserang dalam pemilihan ini dari luar.
“Sudah jelas siapa yang memproduksinya. Pelakunya adalah gerakan Gulen dan AS,” cetus Soylu.
Pejabat Turki itu bersikeras bahwa upaya yang gagal untuk menggulingkan pemerintahan Erdogan dari jabatannya pada Juli 2016 didalangi oleh ulama Fethullah Gulen dan para pendukungnya. Kudeta yang gagal, yang berujung pada ribuan penangkapan, juga membuat hubungan AS-Turki diliputi ketegangan secara signifikan ketika Ankara mengecam Washington karena menyembunyikan Gulen.
Melansir Sindonews, pemilihan presiden dan parlemen Turki dijadwalkan akan digelar pada 14 Mei. Perlombaan untuk kursi kepresidenan diperkirakan sebagian besar akan menjadi pertarungan antara Erdogan dan saingan utamanya Kilicdaroglu.
Sementara calon petahana telah mengejar kebijakan yang lebih konservatif dan independen, menjauhkan negaranya dari integrasi dengan Uni Eropa (UE) dan membina hubungan dekat dengan Rusia, Kilicdaroglu memperjuangkan pendekatan yang lebih berpihak pada Barat.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan keduanya terkunci dalam perlombaan yang ketat. Jika tidak ada kandidat yang memperoleh lebih dari 50% suara di putaran pertama, putaran kedua akan diadakan pada 28 Mei.
Dalam wawancara tahun 2020 dengan New York Times, sebelum terpilih sebagai presiden, Biden menggambarkan Erdogan sebagai "otokrat".
"Washington harus mengambil pendekatan yang sangat berbeda terhadapnya sekarang, memperjelas bahwa kami mendukung kepemimpinan oposisi," tambahnya pada saat itu, mengutip tindakan keras Erdogan terhadap Kurdi dan kerjasamanya dengan Rusia. [eta]