Seorang perempuan berjalan melewati peluru kendali Qiam, kiri, Zolfaghar, kanan atas, dan Dezful yang dipamerkan pasukan Pengawal Revolusi hari Jumat, 7 Januari 2022 sehari sebelum peringatan kedua serangan rudal Iran di pangkalan Amerika Serikat di Irak sebagai pembalasan atas serangan pesawat tak berawak Amerika Serikat yang membunuh jenderal top Iran Qassem Soleimani di Baghdad, di masjid agung Imam Khomeini, di Teheran, Iran.
“Pengecualian sehubungan dengan kegiatan ini dirancang untuk memfasilitasi diskusi yang akan membantu menutup kesepakatan tentang pengembalian bersama ke implementasi penuh JCPOA dan meletakkan dasar bagi kembalinya Iran ke kinerja komitmen JCPOA-nya,” kata Departemen Luar Negeri dalam pemberitahuan kepada Kongres yang mengumumkan langkah tersebut.
Baca Juga:
Balas Israel, Iran Disebut Bakal Tingkatkan Kekuatan Hulu Ledak
“Ini juga dirancang untuk melayani kepentingan nonproliferasi dan keselamatan nuklir AS dan membatasi kegiatan nuklir Iran,” kata departemen itu.
“Ini dikeluarkan sebagai diskresi kebijakan, bukanlah sebagai komitmen atau sebagai bagian dari quid pro quo. Kami fokus bekerja dengan mitra dan sekutu untuk melawan berbagai ancaman yang ditimbulkan Iran."
Keringanan berbentuk pengecualian itu mengizinkan negara dan perusahaan asing untuk mengerjakan proyek sipil di pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr Iran, pembangkit air berat Arak dan Reaktor Penelitian Teheran.
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
Pompeo mencabut keringanan tersebut pada Mei 2020, menuduh Iran melakukan “pemerasan nuklir” karena melanjutkan dan memperluas pekerjaan di lokasi tersebut.
Pengkritik kesepakatan nuklir yang melobi Trump untuk menarik diri kesepakatan itu melancarkan protes, dengan alasan, bahkan jika pemerintahan Biden ingin kembali ke kesepakatan 2015, setidaknya harus menuntut beberapa konsesi dari Iran sebelum memberikannya keringanan sanksi.
“Dari perspektif negosiasi, mereka terlihat putus asa, kami akan mengabaikan sanksi bahkan sebelum kami mencapai kesepakatan, katakan saja ya untuk apa pun!” kata Rich Goldberg, salah seorang penentang kesepakatan AS beraliran garis keras yang juga penasihat senior Foundation for Defense of Democracies. [rin]