WahanaNews.co | Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden disebut tengah mempertimbangkan melabeli Grup Wagner Rusia sebagai organisasi teroris. Ini dilakukan untuk memberi tekanan yang lebih besar kepada Rusia.
Adalah media yang berbasis di AS, Bloomberg, yang melaporkan hal tersebut mengutip sumber anonim.
Baca Juga:
Soal Teror Rumah Bappilu Gerindra Sulsel, Serma Arifuddin Adik Mentan Mangkir Panggilan Denpom
Grup Wagner adalah sebuah perusahaan militer swasta yang aktif di beberapa negara Afrika serta dalam konflik Ukraina. Organisasi ini telah berada di bawah sanksi AS selama bertahun-tahun.
Menurut Bloomberg, menunjuk Wagner sebagai teroris dapat "menghalangi" operasi kelompok tersebut dengan memungkinkan AS untuk menuntut anggotanya secara pidana dan mengejar aset mereka di seluruh dunia.
Sumber Bloomberg, yang digambarkan sebagai dua orang yang mengetahui masalah tersebut, mengatakan keputusan akhir belum dibuat.
Baca Juga:
Usai Teror Rumah Ketua Gerindra Sulsel, Anggota TNI Diperiksa Denpom
"Penetapan itu bisa menjadi cara bagi Gedung Putih untuk menenangkan kritik dalam negeri yang berteriak-teriak untuk menyatakan Rusia sebagai negara sponsor terorisme," kata outlet itu seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (30/11/2022).
Bloomberg menambahkan bahwa pemerintah AS telah menolak seruan atas kekhawatiran "transaksi kemanusiaan" yang berpotensi membahayakan dengan Moskow.
Proposal tersebut tampaknya berasal dari Lawfare, sebuah blog "keamanan nasional" yang berhaluan Demokrat, khususnya artikel bulan Juni yang ditulis oleh dua mantan perwira CIA, James Petrila dan Phil Wasielewski.
Mereka berargumen bahwa tujuan AS adalah untuk menyangkal kemampuan anggota organisasi itu untuk melakukan perjalanan internasional, menghancurkan pembiayaan grup, menggagalkan upaya perekrutannya, dan mencegah pemerintah asing mempekerjakannya, dengan demikian mengakhiri utilitas Grup Wagner ke Kremlin dan, oleh karena itu, keberadaannya.
Petrila dan Wasielewski mengklaim bahwa kegiatan Grup Wagner sejalan dengan tujuan kebijakan luar negeri rahasia dan terbuka Kremlin, menunjuk pada dugaan penempatan mereka sejak 2014 di tempat-tempat seperti Suriah, Libya, Mali, dan Republik Afrika Tengah.
Pemerintah Rusia secara konsisten membantah adanya hubungan formal dengan kelompok tersebut, yang didirikan oleh pengusaha Yevgeny Prigozhin pada tahun 2014.
Intelijen Barat dan aktivis politik telah menyatakan Prigozhin sebagai "sekutu" utama Presiden Rusia Vladimir Putin dan menuduhnya "ikut campur" dalam pemilihan presiden AS pada tahun 2016 dan seterusnya.
"Pengakuan" satir Prigozhin sebagai tanggapan atas klaim semacam itu diterima begitu saja oleh kantor berita besar awal bulan ini.
Kelompok itu muncul dari bayang-bayang awal tahun ini, terlibat dalam operasi militer khusus Rusia di Ukraina. Pejuangnya dilaporkan memainkan peran utama dalam pertempuran saat ini di sekitar Bakhmut/Artyomovsk, benteng utama pasukan pemerintah Ukraina di Donbass. [rna]