WahanaNews.co |Dua mahasiswa Universitas Dawei di Tanintharyi, Myanmar, dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara lantaran memberikan sumbangan 5.000 kyat atau Rp 40 ribu untuk membantu warga sipil yang terlantar akibat kerusuhan politik.
Ei Chu Chu Maw, 19 tahun, dan Lin Latt Kyi, 20 tahun, keduanya dinyatakan bersalah oleh pengadilan Junta Myanmar di dalam Penjara Dawei Rabu lalu karena melanggar Bagian 52b Undang-Undang Kontraterorisme Myanmar karena mendanai kegiatan anti-rezim, demikian dilaporkan Myanmar Now, Selasa, 22 Februari 2022.
Baca Juga:
Oknum Polisi Palangka Raya dan Rekan Terancam Hukuman Mati atau Seumur Hidup
Kedua wanita muda itu sama-sama menerima hukuman maksimum di bawah undang-undang itu, demikian informasi yang dirilis oleh Jaringan Tahanan Politik (DPPN) Dawei, sebuah kelompok advokasi lokal.
“Mereka hanya menyumbangkan uang untuk membantu warga sipil yang membutuhkan. Tidak adil mereka harus masuk penjara karena ini,” kata juru bicara DPPN.
Kedua mahasiswa itu ditangkap di desa asal mereka di Hein Dar Pyin, sekitar 30 km dari Dawei, pada 5 November 2021 setelah mereka memberikan sumbangan menggunakan aplikasi pengiriman uang yang populer Juni lalu.
Baca Juga:
Versi Quick Count: Berikut Daftar Petahana yang Kalah di Pilkada 2024
Dawei Watch, kelompok lain yang memantau pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tersebut, melaporkan bahwa mereka dikirim ke Penjara Dawei pada 19 November dan didakwa di bawah undang-undang anti-teror.
Mereka tidak menerima perwakilan hukum, menurut juru bicara DPPN.
“Tidak ada pengacara yang berani menangani kasus-kasus itu lagi,” katanya, mencatat bahwa pengacara di Dawei berhenti membela tahanan politik pada Oktober setelah beberapa diancam akan ditangkap sebagai pelengkap atas dugaan kejahatan klien mereka.
Kerabat kedua wanita itu menolak mengomentari kasus mereka, dengan alasan masalah keamanan.
Ei Chu Chu Maw dan Lin Latt Kyi keduanya adalah siswa tahun pertama pada saat penangkapan. Ei Chu Chu Maw sedang belajar bahasa Inggris, sementara Lin Latt Kyi terdaftar dalam program pengembangan etnik.
Menurut angka terbaru yang dirilis oleh DPPN, pengadilan Penjara Dawei telah menghukum 180 orang, termasuk 30 wanita, ke penjara sehubungan dengan dugaan kegiatan anti-rezim.
Pada minggu terakhir tahun lalu, 31 orang menerima hukuman penjara karena menentang junta yang merebut kekuasaan Februari 2021.
Tun Tun Oo, seorang pemimpin protes berusia 38 tahun yang ditangkap September 2021, menerima hukuman terlama—total 18 tahun atas empat dakwaan. Delapan tahun lagi telah ditambahkan pada tiga dakwaan lainnya.
Dua dakwaan lagi—termasuk satu untuk pembunuhan dan satu lagi berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Kontraterorisme—masih menunggu keputusan.
Jika terbukti bersalah atas dakwaan yang tersisa, dia bisa dijatuhi hukuman mati. [qnt]