Dalam pernyataannya, Kua menyebut para anggota kelompok suku yang terlibat bentrok menggunakan berbagai jenis persenjataan modern, mulai dari senapan SLR, Ak-47, M4, AR15 hingga M16, serta shotgun pump-action dan senjata api rakitan.
Diyakini bahwa pertempuran masih berlangsung di area-area pedesaan terpencil di dekat Wabag.
Baca Juga:
Longsor Terjadi di Papua Nugini, Kemenlu Pastikan Tak Ada WNI Jadi Korban
Dataran tinggi Papua Nugini sering menjadi lokasi bentrokan antarsuku, dengan sejumlah pembunuhan massal terjadi beberapa tahun terakhir.
Pemerintahan Port Moresby berupaya menekan, memediasi, memberikan amnesti dan mengerahkan strategi lainnya untuk meredakan tindak kekerasan itu, namun tidak berhasil.
Pemerintah Papua Nugini telah mendeploy sekitar 100 tentaranya ke wilayah tersebut, namun peran mereka terbatas dan pasukan keamanan tetap berada dalam keadaan kalah jumlah dan senjata.
Baca Juga:
Dirjen Adwil Kemendagri Bahas Kerja Sama Indonesia-Papua Nugini di Perbatasan
Pembunuhan seringkali terjadi di komunitas-komunitas terpencil, dengan anggota suku melancarkan serangan atau penyergapan sebagai bentuk balas dendam atas serangan sebelumnya.
Warga sipil, termasuk wanita hamil dan anak-anak, sering menjadi sasaran, dan kejadian-kejadian ini telah terjadi di masa lalu.
Tindakan pembunuhan yang terjadi cenderung sangat kejam, dengan para korban dianiaya menggunakan parang, dibakar, dimutilasi, atau disiksa.