WahanaNews.co | Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, dan Wakil Presiden, Kamala Harris, menyampaikan pelipur
lara bagiwarga Amerika-Asia yang tengah berduka pascaserangan mematikan
di Atlanta, Negara Bagian Georgia, AS, awal pekan ini.
Keduanya mengecammomok rasisme yang terkadang
tersembunyi "di depan mata" warga AS.
Baca Juga:
Elon Musk Beberkan Alasan Tangguhkan Akun X Pemimpin Tertinggi Iran
Biden dan Harris menegaskan, tindakan dan kebencian
terhadap orang lain tidak pernah dapat dibenarkan.
Kunjungan Biden dan Harris ke Atlanta pada Jumat
(19/3/2021) waktu setempat atau Sabtu dini hari WIB itu terasa spesial.
Kunjungan itu semula dijadwalkan sebagai bagian dari
sosialiasi program stimulus ekonomi pemerintahan Biden-Harris.
Baca Juga:
BNPT Wanti-wanti Gerakan Radikal Jelang Pemilu 2024
Namun, kunjungan tersebut juga dimanfaatkan untuk
menyampaikan ungkapan duka, simpati, sekaligus dukungan bagi warga AS keturunan
Amerika-Asia.
Enam warga AS keturunan Amerika-Asia tewas dalam
sebuah penembakan yang dilakukan seorang warga kulit putih pada Selasa
(16/3/2021) lalu.
Total delapan orang tewas dalam peristiwa mengerikan
itu.
Berbicara setelah menggelar pertemuan sekitar 80 menit
dengan para legislator negara bagian dan tokoh berlatar belakang Amerika-Asia,
Biden mengaku bahwa hatinya tersayat mendengarkan cerita mereka yang hadir.
Ia mengaku bersimpati terhadap warga Amerika-Asia dan
Kepulauan Pasifik (AAPI) di tengah lonjakan kasus-kasus pelecehan dan kekerasan
terhadap mereka.
Mereka telah diserang, disalahkan, dikambinghitamkan,
dan dilecehkan; mereka telah diserang secara verbal, diserang secara fisik, dan
bahkan dibunuh.
"Kita harus mengubah hati kita," tegas Biden.
"Kebencian tidak memiliki tempat berlindung yang aman di Amerika."
Harris, warga AS pertama keturunan Asia Selatan yang
memegang jabatan Wakil Presiden negara itu, mengatakan bahwa motif penembak
masih diselidiki.
Namun, ia mengemukakan fakta-fakta jelas: enam dari
delapan korban tewas adalah keturunan Asia dan tujuh di antaranya perempuan.
"Rasisme itu nyata di Amerika. Dan memang demikian
kenyataannya. Xenofobia nyata di Amerika. Demikian juga seksisme," katanya.
"Presiden dan saya tidak akan diam. Kami tidak akan
tinggal diam. Kami akan selalu berbicara menentang kekerasan, kejahatan
kebencian, dan diskriminasi, di mana pun dan kapan pun itu terjadi," imbuhnya.
Data sensus nasional AS menunjukkan bahwa pertumbuhan
warga AAPI adalah empat kali lebih cepat dari pertumbuhan seluruh warga AS.
Merujuk data sensus tahun 2018, jumlah warga AAPI
sebanyak 24,2 juta jiwa.
Data Pew
Research Center memperlihatkan, warga Amerika-Asia adalah segmen pemilih
yang memenuhi syarat yang tumbuh paling cepat dari kelompok ras dan etnis utama
di AS dalam Pemilu, November tahun lalu.
Lebih dari 11 juta warga Amerika-Asia dapat memberikan
suaranya. Jumlah itu hampir 5 persen dari total pemilih yang memenuhi syarat di
AS.
Warga Amerika-Asia pun mendapatkan peningkatan pengaruh
politik di seluruh wilayah AS.
Di California, dua perempuan keturunan Amerika-Korea
Selatan membuat sejarah dengan terpilih sebagai anggota Kongres AS mereka.
Kaukus Kongres Amerika Asia Pasifik, biasanya
didominasi oleh Demokrat, memiliki jumlah anggota terbesar yang pernah ada.
"Kami menjadi semakin terlihat dan aktif dalam
ekosistem politik," kata Michelle Au, salah satu anggota Kongres AS dengan
latar belakang Amerika-Asia.
"Namun, apa yang saya dengar secara pribadi dan juga
yang saya rasakan adalah bahwa orang terkadang cenderung tidak mendengarkan
kami," tambahnya.
Pihak berwenang menekankan bahwa mereka masih
menyelidiki motif di balik penembakan brutal hari Selasa itu.
Namun, bagi banyak orang di AS, tindakan keji si
pembunuh itu bukan semata-mata tentang rasisme atau kebencian terhadap
perempuan.
Ini juga menyangkut soal kelindan kelas, undang-undang
senjata Amerika, hingga penyakit mental khususnya yang diidap si pelaku.
Laporan nasional oleh Stop AAPI Hate, kelompok yang mendokumentasikan insiden rasisme dan
diskriminasi terhadap warga Amerika-Asia, tahun lalu menemukan bahwa perempuan
melaporkan insiden kebencian 2,3 kali lebih banyak daripada pria.
Sebelum meninggalkan Washington menuju Atlanta, Biden
menyatakan dukungannya pada Undang-Undang Kejahatan Kebencian terhadap
Covid-19.
UU itu diharapkan khalayak akan memperkuat pelaporan
dan respons pemerintah terhadap kejahatan kebencian dan sekaligus bentuk
dukungan bagi komunitas Amerika-Asia.
Sentimen anti-Amerika-Asia ikut tersulut oleh komentar
tuduhan Presiden Donald Trump bahwa Covid-19 adalah virus asal China.
Harris menegaskan, setiap warga AS dengan latar
belakang apa pun memiliki "hak untuk diakui sebagai orang Amerika".
"Bukan sebagai yang lain, bukan sebagai mereka. Namun
sebagai kita," kata Harris. [dhn]