WahanaNews.co | Konfederasi Serikat Buruh Korea Selatan (KCTU) bakal menggelar aksi demo dan mogok kerja selama dua pekan mulai Senin (03/07/23) ini demi menuntut Presiden Yoon Suk Yeol mundur.
KCTU memperkirakan aksi demo dan mogok kerja selama dua pekan diperkirakan akan melibatkan total 400-500 ribu pekerja.
Baca Juga:
Pjs. Gubernur Kaltara Togap Simangunsong Terima Kunjungan Investor Korea Selatan Oktober 2024
KCTU merupakan satu dari dua organisasi buruh terbesar di Korsel dan juga bersifat lebih militan dibandingkan asosiasi serupa lainnya.
Pada Senin (3/7), sekitar 3 ribu pekerja, terutama kurir dan teknisi perbaikan peralatan rumah tangga mulai berhenti kerja dan menggelar demo di Lapangan Gwanghwamun, jantung ibu kota Seoul.
Para Buruh menuntut Yoon mundur setelah protes terhadap langkah-langkah reformasi tenaga kerja yang diusulkan presiden.
Baca Juga:
Krisis Kelahiran di Korut: Pemerintah Penjarakan Dokter Aborsi dan Sita Alat Kontrasepsi
Protes juga berlangsung sebagai bentuk penolakan buruh Korsel atas kebijakan Yoon selama ini yang dinilai anti-serikat pekerja.
Demonstrasi diperkirakan akan meluas ke seluruh negeri pada hari ini, Rabu (05/07/23). KCTU menuturkan selain Seoul, protes akan berlangsung di antaranya di Daegu, Busan, Gwangju, dan Pulau Jeju.
Dikutip The Straits Times, demo buruh juga akan berlangsung pada 4, 7, 11, dan 14 Juli malam di berbagai kota sebagai aksi tambahan menuntut Yoon mundur.
Badan Kepolisian Nasional Korsel pun berencana mengerahkan hingga 9.300 polisi sehari untuk mengamankan situasi selama demo berlangsung.
KCTU selama ini menjadi salah satu organisasi buruh yang lantang menolak usulan pemerintah Yoon soal reformasi ketenagakerjaan.
Pemerintah Yoon sempat mengusulkan izin penambahan jam kerja menjadi hingga 69 jam selama satu minggu.
Pemerintah juga ingin menetapkan rata-rata jam kerja per minggu menjadi maksimum di bawah 52 jam.
Namun, usulan itu ditolak mentah-mentah serikat pekerja dan pemuda Korsel.[eta]