Lithium, bahan baku utama baterai
untuk mobil listrik, smartphone dan
laptop, menghadapi permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan
pertumbuhan tahunan sebesar 20 persen dibandingkan dengan beberapa tahun yang
lalu yang berkisar 5-6 persen.
Dalam sebuah memo dari Departemen
Pertahanan AS (Pentagon) menyebutkan bahwa deposit lithium di Afghanistan bisa
menyamai Bolivia yang selama ini dinobatkan sebagai produsen lithium terbesar
dunia.
Baca Juga:
Bio Farma Hibahkan 10 Juta Dosis Vaksin Polio untuk Afghanistan
Menurut National Geographic, lithium menjadi pilihan utama bahan baku
pembuatan baterai isi ulang karena mampu menyimpan lebih banyak energi per
beratnya daripada bahan baterai lainnya.
Para produsen baterai di dunia
menggunakan lebih dari 160 ribu ton lithium setiap tahunnya.
Jumlah ini diperkirakan akan tumbuh
hampir 10 kali lipat selama dekade berikutnya.
Baca Juga:
Afghanistan Kembali Gempa Bumi Berkekuatan 6,3 Magnitudo
Namun persediaan lithium terbatas dan
hanya terkonsentrasi di beberapa negara, di mana logam tersebut ditambang atau
diekstraksi dari air laut.
Kelangkaan lithium telah menimbulkan
kekhawatiran bahwa kekurangan di masa depan dapat menyebabkan harga baterai
meroket dan menghambat pertumbuhan kendaraan listrik dan teknologi lain seperti
smartphone, laptop, dan panel surya
yang bergantung pada lithium seperti Tesla
Powerwalls, baterai stasioner yang sering digunakan untuk menyimpan tenaga
surya di atap.
Permintaan logam mineral untuk mobil
listrik yang tinggi didorong oleh lonjakan permintaan pada tahun ini, terutama
China yang pangsa pasar mobil listriknya mencapai 15 persen dan Uni Eropa
sebesar 19 persen --keduanya pada Juni 2021.