WahanaNews.co |Melalui pridatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Presiden China Xi Jinping berbicara mengenai perlunya "secara aktif menanggapi perubahan iklim dan menciptakan komunitas kehidupan bagi manusia dan alam."
Dia menegaskan kembali komitmen China untuk target netralitas karbon pada tahun 2060 - dan untuk mencapai puncak emisi sebelum 2030.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Pernyataan itu langsung mendapat sorotan dari berbagai pihak, dan membangkitkan harapan baru pada konferensi iklim PBB COP26 yang akan berlangsung November mendatang di Glasgow, Skotlandia.
Komitmen China, jika benar-benar dilaksanakan, memberikan harapan tak terduga dalam dorongan untuk men-dekarbonisasi pasokan energi global.
Setelah Jepang dan Korea Selatan tahun lalu juga mengakhiri dukungan untuk proyek-proyek pembangkit listrik batu bara di luar negeri, China sejauh ini merupakan penyandang dana utama untuk proyek-proyek pembangunan pembangkit listrik batu bara besar di dunia, terutama di Asia, termasuk di Indonesia.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Memang masih belum jelas, kapan pengumuman Xi Jinping itu akan diterapkan secara konkret. Namun berakhirnya dukungan negara untuk proyek energi batu bara itu disambut dengan dukungan secara luas dari para aktivis iklim dan pembuat kebijakan.
"Ini adalah keputusan yang sangat disambut baik," kata utusan iklim AS John Kerry kepada DW di New York. AS dan China adalah dua negara penghasil emisi tertinggi di dunia.
"Saya benar-benar senang bahwa presiden Xi telah membuat keputusan penting ini, ini adalah kontribusi yang besar, ini adalah awal yang baik untuk upaya yang perlu kita capai di Glasgow," tambahnya, merujuk pada KTT iklim COP26 yang akan membahas Target Iklim Paris.
"Ini tentu saja merupakan langkah maju yang positif," kata Li Shuo, penasihat kebijakan Greenpeace Asia Timur yang berbasis di Beijing. "Ini akan berkontribusi pada tren global yang sedang berlangsung untuk menjauh dari batu bara. Ini juga akan membawa momentum ke COP26."
Bagaimana dengan pembangkit listrik batu bara domestik di China?
Pemerintahan memang telah mengumumkan akan menghentikan proyek-proyek luar negerinya, tetapi banyak proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara diprakarsai oleh pihak swasta, kata Dr Kevin P Gallagher, Direktur Pusat Kebijakan Pembangunan Global di Universitas Boston.
"Sekarang pemerintah besar dunia telah memimpin dengan memberi contoh dan melarang pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri, sekarang saatnya bagi sektor swasta ... untuk mengikutinya," katanya, seraya menambahkan bahwa tujuan iklim global tidak akan tercapai jika "sektor swasta terus membiayai proyek pembangkit energi batu bara di luar negeri sementara pemerintah menghentikannya."
Selain itu, masih ada pertanyaan besar tentang proyek-proyek batubara domestik. Output pembangkit energi batu bara domestik di China sekitar 10 kali lebih tinggi dari proyek batu baranya di luar negeri.
Sekalipun demikian, Li Shuo dari Greenpeace tetap berharap, pengumuman Presiden Xi Jinping akan mengarah pada "lebih banyak kemajuan di bidang domestik," terutama jika dikombinasikan dengan komitmen Xi untuk mendanai energi hijau dan rendah karbon di luar negeri. [qnt]