Sementara apa yang terjadi saat ini, diklaim tidak sebagai tindakan yang tak dapat dihindari setelah usaha 8 tahun meredam konflik gagal menemukan jalan keluar.
Dia menuduh pemerintah Kyiv mulai menerapkan kebijakan anti-Rusia setelah kudeta 2014.
Baca Juga:
Kerja Sama Bisnis antara Indonesia dan Brasil Terus Ditingkatkan pada Berbagai Bidang Prioritas
Sementera Luhansk, Donetsk dan Krimea, yang banyak warganya berbahasa Rusia, menolak kebijakan tersebut.
“Penolakan muncul di wilayah tersebut, dan alih-lih menggunakan langkah damai untuk menyelesaikan masalah ini, Kyiv memulai perang sipil terhadap populasinya sendiri selama 8 tahun, 14.000 meninggal dan tidak ada negara Barat yang keberatan,” kata dia.
Negara-negara barat menurutnya tidak berbuat apa-apa dan justru mendorong proyek anti-Rusia di Ukraina dan menggunakan negara terluas di Eropa itu sebagai instrumen untuk menentang Rusia.
Baca Juga:
Menko Airlangga Lanjut Dampingi Presiden Prabowo di Konferensi Tingkat Tinggi G20 Brasil
“Barat tidak ingin menyerang Rusia secara langsung, tapi mereka menggunakan Ukraina dan ini tragedi,” ujarnya.
“Kenapa barat ingin mengonfrontasi Rusia? Alasannya sederhana, karena kami tidak setuju hanya negara Barat yang mendominasi dunia. Kami tidak setuju jika hanya kelompok kecil negara di dunia yang memiliki hak untuk memberitahu seluruh dunia apa yang harus dilakukan dan bagaimana mereka harus hidup,” tambahnya.
Lebih lanjut menurutnya, negara-negara Barat telah secara agresif mempromosikan nilai-nilainya, seperti isu LGBT.