WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengindikasikan kemungkinan menggunakan kekuatan militer untuk merebut Terusan Panama dan Greenland.
Dalam konferensi pers pada Selasa (7/1/2025), Trump mendapat pertanyaan dari wartawan terkait pilihan strategi yang akan ia gunakan—militer atau ekonomi—untuk menguasai kedua wilayah tersebut.
Baca Juga:
Pangkalan Militer Asing: AS Pimpin dengan 750, Inggris Ikuti dengan 145 di Seluruh Dunia
Trump sebelumnya menyatakan bahwa langkah ini diperlukan demi keamanan ekonomi dan nasional AS, namun ia menolak memberi jawaban pasti mengenai pendekatan yang akan diambil, meskipun tidak menutup peluang untuk menggunakan kedua opsi tersebut.
"Saya tidak bisa memastikan metode yang akan dipakai, tetapi yang jelas, kita memerlukannya untuk menjaga keamanan ekonomi," ungkap Trump.
Pada hari yang sama, putra Trump, Donald Trump Jr., terlihat tiba di Greenland. Kepada CNN, ia menyebut kunjungan ini hanya sebagai "liburan kecil."
Baca Juga:
Tragedi Tahun Baru di New Orleans: Truk Seruduk Kerumunan, 10 Tewas
"Saya sangat antusias mengunjungi Greenland minggu ini sebagai seorang pecinta alam," kata Trump Jr. Meskipun demikian, perjalanannya memunculkan spekulasi terkait rencana Trump terhadap wilayah Arktik itu.
Beberapa analis menduga ambisi Trump tidak hanya berkaitan dengan keamanan nasional, tetapi juga dengan potensi kekayaan sumber daya alam di Greenland.
Mengapa Trump Mengincar Greenland?
Greenland, pulau terbesar di dunia yang dihuni oleh sekitar 56 ribu jiwa, dulunya merupakan koloni Denmark dan kini menjadi wilayah otonom di bawah Kerajaan Denmark.
Secara geografis, letaknya sangat strategis, berada di antara Amerika Serikat dan Eropa. Bahkan, ibu kota Greenland, Nuuk, lebih dekat ke New York daripada Kopenhagen, ibu kota Denmark.
Menurut Ulrik Pram Gad, peneliti senior dari Institut Studi Internasional Denmark, AS telah lama menganggap Greenland sebagai kunci strategis untuk keamanan nasionalnya, terutama dalam mengantisipasi potensi ancaman dari Rusia.
Selain itu, keberadaan Jalur Barat Laut yang melintasi pantai Greenland semakin memperkuat daya tariknya sebagai wilayah maritim penting yang termasuk dalam celah strategis Greenland-Islandia-Inggris.
Ketertarikan AS terhadap Greenland bukan hal baru. Pada 1867, Presiden Andrew Johnson sudah mempertimbangkan untuk mengakuisisi Greenland setelah pembelian Alaska.
Pada 1946, Presiden Harry S. Truman bahkan menawarkan $100 juta kepada Denmark untuk menyerahkan Greenland, meskipun tawaran itu tidak pernah terwujud.
Namun, pada 1951, AS berhasil membangun Pangkalan Udara Pituffik (sekarang Pangkalan Luar Angkasa Pituffik) di wilayah barat laut Greenland melalui perjanjian pertahanan. Lokasi pangkalan ini strategis karena berada di titik tengah antara Rusia dan AS, menjadikannya pos peringatan rudal paling utara milik AS.
Kekayaan Mineral Langka
Menurut Klaus Dodds, profesor geopolitik di Royal Holloway, University of London, salah satu faktor utama yang menarik perhatian Trump adalah kekayaan sumber daya alam di Greenland.
Pulau ini memiliki cadangan minyak, gas, serta logam tanah jarang yang sangat penting untuk industri mobil listrik, turbin angin, dan peralatan militer.
Saat ini, China mendominasi pasar global untuk logam tanah jarang. Pemerintah China bahkan pernah mengancam akan membatasi ekspor mineral penting tersebut, yang membuat AS khawatir akan ketergantungannya terhadap Beijing.
"Trump dan para penasihatnya jelas sangat cemas dengan dominasi yang tampaknya dimiliki China di sektor ini," jelas Dodds.
Dampak Es yang Mencair
Pemanasan global telah mempercepat pencairan es di Greenland, menciptakan peluang ekonomi baru.
Fenomena ini membuka jalur pelayaran baru di wilayah Arktik, yang aktivitasnya meningkat hingga 37 persen dalam satu dekade terakhir, menurut Dewan Arktik.
"Trump mungkin secara naluriah melihat potensi besar dari mencairnya es di Arktik," tambah Dodds.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]