Laporan Reuters menyebut Kementerian Dalam Negeri Prancis memperkirakan sekitar 800.000 orang akan ikut dalam demonstrasi dan pemogokan massal tersebut.
"Para pekerja yang kami wakili marah," kata serikat pekerja utama Prancis dalam pernyataan bersama, menyebut rencana fiskal pemerintah sebagai kebijakan "brutal" dan "tidak adil".
Baca Juga:
Aksi Tabur Bunga Warnai Unjuk Rasa Mahasiswa dan Masyarakat di DPRD Tapteng
Serikat pekerja menuntut peningkatan belanja publik, pajak lebih tinggi bagi orang kaya, serta pencabutan perubahan kontroversial pada program pensiun. Ketua serikat pekerja CGT, Sophie Binet, menegaskan, "Kami akan terus melakukan mobilisasi selama belum ada respons yang memadai. Anggaran akan diputuskan di jalanan."
Aksi ini menjadi ujian besar bagi Perdana Menteri baru, Sebastien Lecornu, yang baru dilantik setelah parlemen menggulingkan pendahulunya, Francois Bayrou. Lecornu kini menghadapi dilema antara menekan defisit yang tahun lalu hampir dua kali lipat batas 3% Uni Eropa, atau mengakomodasi tuntutan pekerja yang semakin keras.
Dampak mogok kerja akan terasa luas. Serikat FSU-SNUipp menyebut satu dari tiga guru sekolah dasar akan absen. Perusahaan listrik EDF juga mengonfirmasi sebagian pegawainya ikut mogok. Jaringan metro Paris serta kereta regional diperkirakan terganggu, meski jalur TGV berkecepatan tinggi sebagian besar tetap beroperasi.
Baca Juga:
Prabowo Hadiri Parade Militer di Beijing Jadi Bahasan Media Asing
Di sektor kesehatan, serikat apoteker USPO menyatakan 98% apotek akan tutup. Serikat petani Konfederasi Paysanne pun ikut menyerukan mobilisasi.
Pemerintah menyiagakan 80.000 polisi dan gendarme untuk menjaga ketertiban. Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau mengatakan kepada BFM TV bahwa unit anti huru-hara, drone, dan kendaraan lapis baja akan dikerahkan.
"Kami harus mengantisipasi kemungkinan sabotase dan bentrokan sejak dini hari," ujarnya.