WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah Israel kembali jadi sorotan internasional setelah pengakuan mengejutkan dari mantan Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman.
Ia mengungkap bahwa pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu secara diam-diam telah mempersenjatai geng kriminal di Jalur Gaza.
Baca Juga:
Israel Siap-siap Hapus Gaza dari Peta: Tak Akan Ada Lagi Hamas dalam Enam Bulan!
Langkah yang disebut sebagai strategi melemahkan Hamas ini justru memicu kekhawatiran serius soal dampak jangka panjangnya, baik bagi keamanan regional maupun posisi moral Israel di mata dunia.
“Israel mentransfer senapan serbu dan senjata ringan ke geng-geng kriminal di Gaza,” kata Lieberman, pemimpin Partai Yisrael Beiteinu, dalam wawancara dengan KAN, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pengiriman senjata tersebut dilakukan atas perintah langsung Netanyahu. “Menurut pendapat saya, Kabinet belum menyetujui transfer senjata, tetapi kepala Badan Keamanan Umum (Shin Bet) mengetahuinya,” ujarnya lagi.
Baca Juga:
Poster 'Free Papua' Cs di Forum PBB Cederai Kehormatan Negara, Kemlu RI Buka Suara
Lieberman menyamakan geng bersenjata itu dengan ISIS.
Ia menambahkan, “Kita berbicara tentang apa yang setara dengan ISIS (Daesh) di Gaza. Tidak ada yang menjamin bahwa senjata-senjata ini tidak akan diarahkan ke Israel. Kami tidak memiliki sarana untuk memantau atau melacak.”
Kritik keras datang dari pemimpin oposisi, Yair Lapid, yang menuding Netanyahu menjalankan kebijakan sembrono tanpa pertimbangan strategis.
“Setelah Netanyahu berhenti memberikan jutaan dolar kepada Hamas, dia beralih memberikan senjata kepada organisasi yang dekat dengan ISIS di Gaza, semuanya spontan, semuanya tanpa perencanaan strategis, semuanya mengarah pada lebih banyak bencana,” kata Lapid lewat platform X.
Dalam tanggapannya, kantor Netanyahu tidak membantah klaim tersebut.
Mereka menyatakan bahwa “Israel berupaya mengalahkan Hamas melalui berbagai cara, berdasarkan rekomendasi dari semua kepala lembaga keamanan.” Sementara itu, Shin Bet menolak memberikan komentar.
Media Israel sebelumnya melaporkan kemunculan kelompok kriminal bersenjata di Gaza yang beroperasi di bawah perlindungan tentara Israel.
Senjata-senjata yang ditransfer, termasuk senjata ringan hasil sitaan dari Hamas, disebut diberikan kepada milisi yang dipimpin Yasser Abu Shabab.
Mereka beroperasi di wilayah Rafah timur yang saat ini dikuasai militer Israel, sebagaimana dilaporkan oleh Al-Jazeera.
Menurut sumber yang dikutip surat kabar Haaretz, milisi Abu Shabab baru mulai beraksi secara aktif di Gaza selatan.
Video yang beredar di media sosial memperlihatkan para anggotanya bersenjata lengkap mengenakan perlengkapan militer, dari rompi dan helm hingga patch bertuliskan "Layanan Anti-Teror" dalam bahasa Arab dan Inggris.
Meski mengklaim menjaga konvoi bantuan kemanusiaan, laporan dari Times of Israel menunjukkan kelompok ini justru menjarah barang-barang tersebut.
Quds News Network (QNN) juga menyebut Abu Shabab memiliki riwayat penyelundupan narkoba dan kolaborasi dengan kelompok ekstremis.
Geng bersenjata itu, dengan lebih dari 200 anggota, bahkan mendirikan pangkalan berbenteng di zona "kematian" di Rafah yang tertutup bagi warga sipil Palestina.
Brigade Al-Qassam Hamas merilis rekaman yang menunjukkan kelompok Abu Shabab terlibat dalam operasi penyamaran bersama unit elite Israel.
Dalam video tersebut, anak buah Yasser Abu Shabab terlihat menyamar dan membantu pasukan Israel dalam menargetkan warga Palestina di Rafah.
Sebagai respons, keluarga besar Abu Shabab di Gaza menyatakan penolakan tegas terhadap aksi kolaboratif tersebut.
Para tetua dan pemimpin keluarga menyebut tindakan Yasser sebagai "keputusan yang menyakitkan namun perlu" setelah bukti-bukti keterlibatannya dalam operasi Israel selama serangan brutal di Gaza semakin tak terbantahkan.
Sejak pelanggaran gencatan senjata oleh Israel pada 18 Maret, serangan udara dan operasi darat telah menewaskan serta melukai ribuan warga Palestina.
Sejak perang pecah pada 7 Oktober 2023, lebih dari 54.000 warga Palestina dilaporkan tewas dan lebih dari 125.000 lainnya terluka. Jumlah korban hilang mencapai lebih dari 14.000 orang.
Meskipun kecaman internasional terus mengalir, tindakan konkret untuk menghentikan genosida di Gaza masih sangat minim. Israel kini tengah diselidiki oleh Mahkamah Internasional atas dugaan kejahatan genosida.
Sementara itu, PM Netanyahu sendiri telah masuk dalam daftar buronan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) sebagai tersangka kejahatan perang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]