WahanaNews.co, Singapura - Singapura mengajukan RUU yang mengatur penahanan tanpa batas waktu bagi "pelaku kejahatan berbahaya", bahkan setelah mereka menyelesaikan masa hukuman penjara, menurut rancangan undang-undang yang diajukan ke parlemen pada Rabu (10/1/2024).
RUU tersebut ditujukan untuk mereka yang dihukum dan berusia di atas 21 tahun, terlibat dalam kejahatan serius seperti pembunuhan berencana, pemerkosaan, dan hubungan seks dengan anak di bawah umur.
Baca Juga:
Raffi Ahmad Jadi Waketum Kadin Versi Anindya Bakrie, Jadi Sorotan Media Asing
Dalam pernyataan bersama, kementerian hukum dan kementerian dalam negeri menyatakan bahwa langkah tersebut akan dianggap sebagai "hukuman yang berat" dan bertujuan untuk "melindungi masyarakat dari pelaku kejahatan yang berbahaya".
Pengadilan akan bertanggung jawab untuk memutuskan apakah seorang pelanggar perlu dikenakan hukuman ini sebagai langkah perlindungan publik.
Sebagai contoh, kementerian merinci kasus seorang pria yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak tirinya yang berusia 12 tahun hanya dua tahun setelah dibebaskan dari penjara atas kasus pemerkosaan terhadap keponakannya yang berusia 11 tahun pada tahun 2020.
Baca Juga:
Empat Nelayan Indonesia Telah Dibebaskan Otoritas Singapura
"Kami ingin memastikan bahwa pelaku yang berbahaya dan berisiko tinggi seperti itu tidak dilepaskan kembali ke masyarakat sampai mereka tidak lagi menjadi ancaman bagi keselamatan publik," kata pernyataan itu.
"Opsi hukuman kami saat ini tidak memadai untuk menangani pelanggaran mengerikan seperti itu."
Menurut RUU yang diajukan, pelaku kejahatan tersebut tidak akan mendapatkan pembebasan otomatis setelah menjalani masa tahanan mereka, kecuali apabila menteri dalam negeri menilai bahwa mereka tidak lagi membahayakan masyarakat.
Seorang pelaku dapat dijatuhi hukuman penahanan seumur hidup dan akan diuji secara berkala untuk mengevaluasi apakah mereka layak untuk dibebaskan.
Rencana undang-undang ini akan dibahas oleh anggota parlemen dalam waktu mendatang, namun kemungkinan besar akan disetujui mengingat Partai Tindakan Rakyat (PAP) yang berkuasa memiliki mayoritas kursi di parlemen.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]