WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kabut api kembali menyelimuti langit Yaman barat. Dua pelabuhan utama, Al-Hudaydah dan Salif, menjadi sasaran gempuran udara yang dahsyat dari militer Israel, Jumat (16/5/2025).
Laporan yang disiarkan oleh televisi Al-Masirah, media milik kelompok Houthi, menyebut serangan udara itu sebagai bentuk agresi brutal yang menargetkan titik-titik vital ekonomi dan logistik mereka.
Baca Juga:
Tiga Alasan Strategis di Balik Dukungan Israel terhadap India: Dari Terorisme hingga Geopolitik
Tidak ada rincian lebih lanjut yang disampaikan oleh pihak Houthi, dan sejauh ini belum ada laporan resmi mengenai korban jiwa maupun kerusakan material.
Namun, pesan yang ingin disampaikan jelas: Israel sedang menaikkan eskalasi konflik ke level baru yang lebih berani dan lebih luas.
Militer Israel mengonfirmasi bahwa serangan tersebut memang menargetkan infrastruktur strategis di kedua pelabuhan yang dikuasai Houthi.
Baca Juga:
Trump Dorong Damaskus Rujuk dengan Israel
Puluhan pesawat terlibat dalam operasi ini, mulai dari jet tempur, pesawat pengisi bahan bakar, hingga pesawat pengintai.
Ini bukan sekadar serangan balasan, melainkan demonstrasi kekuatan udara penuh dari Tel Aviv.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tanpa tedeng aling-aling menyatakan bahwa ini hanyalah permulaan dari serangkaian serangan yang lebih besar.
Ia bersumpah akan menggempur kelompok Houthi “jauh lebih keras,” termasuk menyasar para pemimpinnya dan seluruh infrastruktur yang mereka gunakan untuk melancarkan serangan terhadap Israel.
“Pilot-pilot kami telah berhasil meluluhlantakkan dua pelabuhan teroris Houthi lagi. Dan ini baru awalnya.
Serangan berikutnya sedang disiapkan,” kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan yang dipenuhi nada ancaman dan determinasi.
Media Israel seperti Times of Israel mengungkapkan bahwa Tel Aviv telah menahan diri untuk sementara waktu, menunggu Presiden AS Donald Trump menyelesaikan kunjungannya ke kawasan Teluk.
Begitu Trump meninggalkan Uni Emirat Arab pada hari Jumat, Israel segera melancarkan aksinya.
Langkah ini menyusul serangkaian serangan yang dilakukan Houthi dalam beberapa minggu terakhir, termasuk peluncuran rudal dan pesawat nirawak ke wilayah Israel.
Serangan itu mereka klaim sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina di Gaza, yang menjadi korban dalam operasi militer Israel yang telah menewaskan lebih dari 53.000 orang.
Namun ketegangan meningkat drastis pada 6 Mei lalu, ketika Presiden Trump mengumumkan perjanjian gencatan senjata antara AS dan kelompok Houthi yang dimediasi oleh Oman.
Keputusan itu disebut oleh sejumlah pejabat Israel sebagai langkah yang “mengagetkan,” dan menimbulkan tanda tanya besar tentang koordinasi strategi antara kedua sekutu tersebut.
Kini, dengan langit Yaman kembali bergemuruh dan pelabuhan-pelabuhan pentingnya porak-poranda, dunia menyaksikan perluasan medan konflik yang semakin tak terbendung.
Garis api kini menjalar dari Gaza ke Sanaa, dari Rafah ke Al-Hudaydah. Satu pertanyaan besar tersisa: seberapa jauh perang ini akan merambat?
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]