Duterte dikenal sering melontarkan ancaman, terutama kepada pejabat publik, politisi, hakim, hingga aparat kepolisian.
Saat menjabat sebagai presiden (2016-2022), ia melancarkan perang brutal terhadap narkoba yang menyebabkan kematian ribuan orang.
Baca Juga:
Belum Layak ke Semifinal, Indonesia Tersandung Lagi di Laga Kandang
Di bawah kepemimpinannya, sedikitnya 25 wali kota dan wakil wali kota tewas, baik dalam operasi polisi maupun oleh kelompok bersenjata yang tidak dikenal.
Data kepolisian menyebut sekitar 7.000 orang tewas dalam operasi anti-narkoba, tetapi organisasi HAM memperkirakan jumlah korban mencapai 30.000 jiwa.
Kasus ini kini tengah diselidiki oleh Pengadilan Kriminal Internasional.
Baca Juga:
Menko Yusril Ungkap Presiden Filipina Bakal Ubah Hukuman Mary Jane
Dalam kampanye terbaru, Duterte juga kembali menuduh Presiden Marcos Jr sebagai pengguna narkoba, bahkan menyebutnya sebagai "pengguna heroin terus-menerus." Pernyataan itu memperburuk ketegangan antara keluarga Duterte dan Marcos.
Aliansi politik Sara Duterte dan Marcos Jr yang terbentuk pada Pemilu 2022 telah runtuh sejak tahun lalu.
Konflik kian memanas setelah pada November 2024, Sara Duterte dalam pidatonya mengklaim pernah memerintahkan pembunuhan Marcos dan membayangkan memenggal kepala presiden.