WahanaNews.co | Pekan ini Uni Eropa tengah menyiapkan sanksi atas penjualan minyak Rusia.
Diperkirakan Uni Eropa akan mengusulkan paket sanksi keenam terhadap Rusia, termasuk kemungkinan embargo pembelian minyak Rusia.
Baca Juga:
Jokowi Pikir-pikir Beli Minyak Rusia, Lebih Banyak Untung atau Ruginya?
"Paket ini harus mencakup langkah-langkah yang jelas untuk memblokir pendapatan Rusia dari sumber daya energi," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagaimana dilansir dari Reuters, Selasa (3/5/2022).
Sementara itu, Otoritas Jerman mengatakan bahwa pihaknya siap untuk mendukung embargo langsung UE terhadap minyak Rusia.
"Kami telah berhasil mencapai situasi Jerman mampu menanggung embargo minyak," kata Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck.
Baca Juga:
Hujani Putin Sanksi, Barat Tetap Gagal Bikin Keok Rusia
Adapun Kanselir Olaf Scholz, yang lebih berhati-hati daripada para pemimpin Barat lainnya dalam mendukung Ukraina, berada di bawah tekanan untuk mengambil tindakan yang lebih tegas.
Scholz bersumpah sanksi tidak akan dicabut sampai Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani kesepakatan damai dengan Ukraina yang dapat diterima Kyiv.
Di sisi lain, Moskow telah menuntut pelanggan Eropa membayar gas dalam rubel dan ditolak UE. Adapun pada pekan lalu, Moskow memutus pasokan ke Polandia dan Bulgaria.
Lebih lanjut pertemuan para menteri Uni Eropa pada Senin memperingatkan bahwa memenuhi sepenuhnya permintaan Moskow untuk pembayaran gas dalam rubel akan melanggar sanksi Uni Eropa yang ada.
Seperti diketahui, Benua Biru atau Eropa punya ketergantungan terhadap gas dari Rusia dan mungkin saja memutus aliran gasnya ke semua negara. Pasalnya, Eropa mendapatkan 40% pasokan gasnya dari Rusia. Tahun lalu, Moskow mengirim sekitar 155 miliar meter kubik (bcm) ke wilayah itu.
Lalu apa yang akan terjadi bila Rusia benar-benar memotong aliran gasnya?
Beberapa ekonom telah memperingatkan bahwa akan timbul resesi yang cukup tajam bila hal ini dilakukan. Mereka menyebut negara yang akan sangat terdampak oleh hal ini adalah Jerman, yang notabene adalah ekonomi terbesar di Benua Biru.
"Jika pasokan gas diputus, ekonomi Jerman akan mengalami resesi yang tajam. Dalam hal kebijakan ekonomi, penting untuk mendukung struktur produksi yang dapat dipasarkan tanpa menghentikan perubahan struktural," kata Stefan Kooths, wakil presiden dan direktur riset untuk siklus bisnis dan pertumbuhan di Kiel Institute seperti dikutip CNBC International, Kamis.
"Perubahan ini akan mempercepat industri padat gas bahkan tanpa boikot, karena ketergantungan pada pasokan Rusia, yang telah tersedia dengan harga yang menguntungkan hingga saat ini, bagaimanapun juga harus diatasi dengan cepat." [qnt]