Pembahasan soal batas minimum pajak sebenarnya
telah dibahas pada pertemuan negara-negara anggota G7 yang dilakukan secara
virtual tahun lalu.
Saat itu Menteri Keuangan Jerman, Olaf Scholz,
sempat menyampaikan harapannya agar kelompok tersebut membuat kemajuan yang
signifikan dalam masalah pajak perusahaan multinasional.
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Termasuk, masalah pajak yang lebih pelik pada
perusahaan layanan digital besar, seperti Facebook (FB.O), Amazon.com
(AMZN.O), Google (GOOGL.O), Apple Inc (AAPL.O), dan Microsoft
(MSFT.O).
Pasalnya, sejumlah negara telah memberlakukan
pajak layanan digital secara sepihak.
Pungutan pajak itu menargetkan
perusahaan-perusahaan raksasa digital tersebut, sehingga menimbulkan aksi
ancaman balasan oleh AS lewat tarif.
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
AS bersikeras bahwa setiap rezim pajak tidak
boleh mendiskriminasi perusahaan-perusahaan digital mereka, sehingga melarang
pengenaan pajak layanan digital.
Namun, mereka justru mengusulkan tambahan
pungutan pajak pada 100 perusahaan terbesar dan paling menguntungkan di
negara-negara tempat mereka melakukan bisnis, terlepas dari klasifikasi
industri dan model bisnisnya.
Menteri Keuangan Inggris, Rishi Sunak, menilai,
rencana tambahan pungutan pajak pada 100 perusahaan itu bisa berhasil.