WahanaNews.co | Sebelum invasi Rusia ke Ukraina, intelijen AS telah memprediksi terjadinya serangan sengit oleh Moskow, sekaligus mendominasi langit Ukraina.
Setelah serangan pembuka perang pada 24 Februari, para analis memperkirakan militer Rusia akan segera mencoba menghancurkan angkatan udara dan pertahanan udara Ukraina.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Sebagian analisa tersebut memang terbukti.
Pada 24 Februari, Rusia menginvasi Ukraina dengan meluncurkan rentetan rudal jelajah dan balistik yang menghancurkan radar peringatan dini berbasis darat di seluruh negeri.
Serangan-serangan terhadap pangkalan-pangkalan udara utama ini hampir melumpuhkan Angkatan Udara Ukraina (UkrAF).
Baca Juga:
Megawati Soekarnoputri Ziarah Ke Makam Korban Pengepungan Leningrad di Rusia
Langkah selanjutnya, seperti yang dispekulasikan oleh para ahli Barat, adalah menghancurkan aset udara Ukraina.
Hanya saja, jet tempur Rusia sebagian besar tetap di darat, sampai sekarang.
Ini telah membantu Angkatan Udara Ukraina untuk terus menerbangkan misi serangan udara dan serangan darat defensif tingkat rendah (DCA).
Kiev (Kyiv) juga mengklaim telah menembak jatuh sedikitnya 29 pesawat Rusia. Namun, ini masih harus diverifikasi.
Ke mana AU Rusia yang Perkasa?
Sebuah komponen kunci dari peperangan modern adalah untuk menegaskan superioritas udara secepat mungkin.
Terlepas dari kekuatan udaranya yang besar, keengganan Rusia untuk melakukannya di Ukraina telah mengejutkan banyak analis militer.
Ini juga bisa menjelaskan mengapa Moskow masih harus berjuang di Ukraina.
Janes, sebuah perusahaan intelijen sumber terbuka global, mengatakan kepada AFP bahwa tidak jelas mengapa angkatan udara Rusia belum menguasai wilayah udara Ukraina.
Menurut perkiraan perusahaan, Rusia memiliki 132 pesawat pembom dibandingkan tidak ada di Ukraina, 832 jet tempur dibandingkan dengan 86 di Ukraina, dan 358 pesawat angkut dibandingkan dengan 63 di Ukraina.
Drone adalah satu-satunya area di mana Rusia tidak memiliki keuntungan.
Ukraina memiliki 66 berbanding 25 drone di pihak Rusia.
Ukraina baru-baru ini memuji drone buatan Turki, Bayraktar, karena konon memukul mundur pasukan Rusia.
“Meskipun Rusia memiliki keuntungan karena datang dengan jumlah yang lebih besar, mereka belum menguasai langit Ukraina. Sejauh ini, Kiev mampu menerbangkan aset udara mereka dan menimbulkan kerusakan di pihak Rusia,” kata Gareth Jennings di Janes.
Angkatan udara Rusia belakangan memang dilaporkan telah menunjukkan peningkatan efektivitas dalam menutupi pasukan darat yang maju, terutama konvoi truk, kendaraan lapis baja, dan baterai artileri yang berbaris ke selatan menuju Kiev.
Namun, para ahli percaya Rusia seharusnya bisa melakukan lebih dari itu.
“Kurangnya efektivitas angkatan udara Rusia adalah salah satu elemen mengejutkan dari konflik ini,” kata mantan kolonel tentara Prancis Michel Goya.
Terlepas dari pengalaman intervensinya di Suriah pada 2015, angkatan udara Rusia masih jauh dari “ketepatan, fleksibilitas, dan interoperabilitas angkatan udara Barat,” katanya di Twitter.
Alasan yang paling sering disebutkan adalah strategi perang Presiden Vladimir Putin dirancang dengan harapan bahwa pertahanan Ukraina akan segera runtuh.
Ini kemudian akan memungkinkan pasukan Rusia untuk dengan mudah menaklukkan Kiev, ibu kota, dan menghancurkan pasukan Ukraina di timur dan selatan tanpa perlu memperoleh keunggulan udara.
Para ahli juga telah memberikan penjelasan yang cukup tentang ketidakhadiran Angkatan Udara Rusia di medan perang.
Sementara itu, pertahanan udara di Kiev dan kota-kota lain dalam kondisi yang baik, sehingga kondisi ini menempatkan Rusia pada posisi dilematis: menjatuhkan bom dari ketinggian tinggi, aman tapi mempertaruhkan korban sipil, atau terbang rendah dan berisiko ditembak jatuh.
Justin Bronk, seorang ahli penerbangan di RUSI, sebuah think tank Inggris, mengatakan dia mencurigai kemungkinan kurangnya amunisi yang dipandu dengan presisi (PGM) alias "bom pintar" yang tersedia untuk pilot Rusia.
Dalam beberapa kasus, seperti pesawat udara Rusia yang dihantam rudal panggul, seakan membenarkan dugaan Justin.
Sebagai informasi, pesawat yang tidak dilengkapi dengan bom presisi kadang terpaksa harus menjatuhkan "bom bodoh" di ketinggian rendah demi menjaga akurasi serangan mereka.
Namun tindakan ini kadang harus dibayar mahal oleh sang pilot.
Terbang di ketinggian rendah membuat mereka masuk dalam jarak tembak rudal panggul anti pesawat.
Terbaru, militer Ukraina pada Sabtu (4/3/2022) merilis sebuah video yang diklaim menunjukkan helikopter tempur Rusia ditembak jatuh.
Dalam video tersebut menunjukkan helikopter dihantam oleh satu rudal yang diduga merupakan Manpads atau rudal panggul anti serangan udara IGLA.
Helikopter tersebut langsung terbakar dan jatuh.
Belum diketahui detail tentang kejadian tersebut, tapi diduga helikopter itu merupakan jenis heli serang KA-52 atau Mi-24 Rusia.
Helikopter-helikopter serang yang terbang rendang memang rentan disengat rudal panggul.
Pesawat pembom garis depan Sukhoi Su-34 milik Rusia diklaim telah menghancurkan fasilitas militer nasionalis Ukraina dalam serangan dengan senjata presisi tinggi.
Hal ini terekam dalam video yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia pada hari Minggu waktu setempat.
"Awak pembom Sukhoi Su-34 telah menghancurkan infrastruktur militer unit paramiliter nasionalis Ukraina dengan sarana peluncuran udara presisi tinggi," kata kementerian itu terkait video tersebut.
Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu (6/3/2022), video itu menunjukkan lepas landasnya beberapa pesawat pembom garis depan Su-24 dan Sukhoi Su-34 yang sarat dengan bom penerbangan dari sebuah lapangan terbang.
Kamera kemudian beralih ke ruang lingkup pilot, menunjukkan peluncuran rudal udara-ke-permukaan, kemudian pesawat melakukan manuver pertempuran udara.
Terkait invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina, perlu diketahui, Rusia telah melancarkan operasi militer khusus di Ukraina sejak 24 Februari lalu setelah Ukraina gagal mengimplementasikan perjanjian Minsk dan menyelesaikan konflik di Donbass secara damai.
Presiden Rusia Vladimir Putin pun mengatakan bahwa negaranya idak punya pilihan lain selain bertindak, setelah berminggu-minggu terjadi aksi penembakan terhadap Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) yang diklaim dilakukan oleh pasukan Ukraina.
Dengan demikian, ia kemudian memerintahkan pasukannya untuk melakukan 'demiliterisasi dan denazifikasi' negara tetangganya itu.
Rusia bahkan mengklaim telah berulang kali memperingatkan negara-negara Barat agar tidak mengirimkan persenjataan canggih mereka ke Ukraina.
Putin menilai bahwa hal itu akan membuat Ukraina berani dan mendorongnya untuk mencoba menyelesaikan konflik di Donbass dengan menggunakan militernya. [qnt]