WahanaNews.co, Gaza - Warga di Jalur Gaza saat ini tidak dapat berkomunikasi dengan dunia luar akibat serangan udara dan darat yang dilancarkan oleh Israel sejak Jumat (27/10/2023) malam.
Israel telah mengumumkan bahwa pasukannya masih berada di lokasi serangan, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai kapan pasukan tersebut akan ditarik mundur.
Baca Juga:
Kerap Diserang Israel, PBB Sebut Argentina Jadi Negara Pertama Tarik Pasukan dari UNIFIL
Laksamana Muda Daniel Hagari, dalam sebuah konferensi pers, menyatakan bahwa pasukan Israel masih aktif di medan perang.
Dia juga mengumumkan bahwa truk-truk pengangkut makanan, air, dan obat-obatan akan diizinkan masuk ke Gaza.
Namun, Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan bahwa komunikasi yang terputus telah membuat ambulans kesulitan untuk mencapai lokasi-lokasi yang membutuhkan bantuan medis.
Baca Juga:
Netanyahu Tawarkan Rp79 Miliar untuk Bebaskan Satu Sandera di Gaza
Sebelumnya, Israel telah memerintahkan serangan lanjutan ke Gaza sebagai respons terhadap serangan mendadak oleh kelompok militan Hamas pada tanggal 7 Oktober lalu.
Sejak Sabtu pagi, komunikasi di Jalur Gaza terputus, termasuk internet dan layanan telepon yang tidak dapat diakses selama lebih dari 12 jam.
Lembaga-lembaga bantuan dari seluruh dunia menyebutkan apa yang terjadi di Gaza adalah bencana kemanusiaan besar. Sebanyak 2,3 juta warga Gaza berada di bawah blokade total Israel.
Otoritas kesehatan di daerah Gaza mengatakan lebih dari 7.000 warga Palestina telah terbunuh sejak gempuran Israel dimulai.
Sementara itu,Kelompok Hamas mengklaim bahwa hampir 50 tahanan Israel yang mereka tahan di Gaza sejak serangan pada tanggal 7 Oktober telah tewas dalam serangan udara Israel di wilayah tersebut.
Namun, klaim ini belum dapat diverifikasi secara independen. Pada saat serangan tersebut terjadi, Hamas juga menculik lebih dari 200 warga Israel sebagai sandera.
Selain itu, serangan tersebut juga menewaskan 1.400 warga Israel, terutama warga yang tinggal di wilayah yang berdekatan dengan Gaza dan pengunjung sebuah festival musik.
Militer Israel telah menyatakan bahwa upaya memulangkan para sandera adalah prioritas utama mereka, dan beberapa perempuan telah dibebaskan oleh Hamas melalui mediasi Mesir dan Qatar.
Militer juga menyebut setidaknya setengah dari sandera memiliki paspor asing.
"Kami telah memberi tahu keluarga 224 sandera. Jumlah ini berubah berdasarkan informasi intelijen yang kami peroleh," kata juru bicara militer Daniel Hagari kepada wartawan.
Pada Kamis (26/10/2023) lalu di Tel Aviv, sebuah organisasi yang mewakili keluarga para sandera mengingatkan bahwa mereka telah mencapai "batas kesabaran mereka" dan menuntut pertemuan segera dengan pejabat pemerintah yang tinggi.
"Masa menunggu telah berakhir. mulai saat ini, kami akan aktif berjuang," ungkap kelompok tersebut.
"Mereka harus berbicara kepada kami malam ini dan memberitahu kami tentang rencana mereka untuk mengembalikan mereka hari ini. Kami meningkatkan intensitas perjuangan kami, kami tidak lagi menunggu untuk diarahkan, kami yang akan memimpin perjuangan ini," kata Meirav Leshem Gonen, ibu dari Romi Gonen yang termasuk di antara para sandera.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]