WahanaNews.co, Gaza - Serangan Israel di Gaza Palestina telah mengakibatkan kematian setidaknya 10.022 warga sejak 7 Oktober 2023.
Dari jumlah korban tersebut, 4.104 di antaranya adalah anak-anak, dan 2.641 adalah perempuan. Di pihak Israel, jumlah korban tewas mencapai 1.400 akibat serangan dari pihak Hamas.
Baca Juga:
Pelanggaran Hukum Internasional, PBB: 70 Persen Korban di Gaza Adalah Perempuan dan Anak-anak
Meskipun ada seruan dari Palestina dan Menteri Luar Negeri Iran agar negara-negara memberlakukan sanksi ekonomi dan politik terhadap Israel, hingga saat ini belum ada negara yang secara resmi memberlakukan sanksi ke Israel.
Sikap dunia terhadap konflik ini berbeda dengan respons terhadap situasi lain, seperti invasi Rusia ke Ukraina, di mana banyak negara, terutama dari dunia Barat, menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
Pertimbangan politik dan faktor-faktor internasional dapat memengaruhi sikap negara-negara terkait sanksi dan embargo dalam berbagai konteks konflik.
Baca Juga:
Komandan Hamas Tewas dalam Serangan Israel di Lebanon Utara
Pengamat hubungan internasional yang fokus di kajian Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Sya'roni Rofi'i, menilai tak ada sanksi dari negara-negara di Arab lantaran mereka punya sikap masing-masing.
"Saya kira negara-negara di Timur Tengah tidak satu suara dan tindakan, yang saya lihat bergerak sendiri. Dan, rata-rata bentuknya kecaman," kata Sya'roni, mengutip CNN Indonesia, Selasa (7/11/2023).
Sya'roni mengatakan Israel bisa saja ketakutan jika ada tindakan terstruktur dan kolektif dari negara-negara Arab.
Tindakan kolektif itu, kata dia, misalnya memutus hubungan diplomatik dengan Israel.
Sejumlah negara Arab seperti Yordania, Mesir, Uni Emirat Arab, hingga Bahrain memiliki hubungan dengan Israel.
Israel juga belakangan ini membujuk Arab Saudi untuk membuka hubungan diplomatik melalui Abraham Accord yang dibantu Amerika Serikat.
"Sebagai negara, Israel mustahil sendiri tanpa berhubungan dengan tetangganya. Mengakhiri hubungan membuat Israel berpikir ulang [melanjutkan serangan]," ujar Sya'roni.
Lebih lanjut, Sya'roni menerangkan Israel mustahil berdiri sendiri tanpa menjalin hubungan dengan tetangganya.
"Kalau misalnya negara-negara Arab secara kolektif mengisolasi Israel reaksinya saya kira akan berbeda, tindakannya [Israel]," ungkap dia.
Penilaian lain muncul dari pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi.
Yon menyebut banyak negara-negara Arab yang bergantung ke Amerika Serikat dan secara langsung dengan Israel. Mereka sangat tergantung soal senjata dari Negeri Paman Sam.
"Dampak normalisasi Israel dengan negara-negara Arab menjadikan mereka tak bisa melakukan sanksi ekonomi, sementara Barat pro terhadap Israel," jelas dia.
Yon juga menerangkan langkah paling jauh yang bisa dilakukan negara di Timur Tengah adalah memberikan "bantuan kemanusiaan ke Palestina daripada sanksi."
Langkah lainnya yakni membiarkan masyarakat di negara-negara Arab memboikot produk-produk Israel.
Boikot terhadap produk Israel juga terjadi di Indonesia. Warganet RI ramai-ramai mengkampanyekan boikot restoran siap saji hingga kedai kopi kenamaan.
Yon melihat boikot ini berdampak pada gerai-gerai yang dianggap berafiliasi dengan AS dan Israel menjadi sepi.
Sya'roni sementara itu, memandang aksi boikot ini sebatas gerakan moral dari masyarakat. Tindakan tersebut bisa berdampak jika muncul instruksi dari pemerintah atau negara.
"Punya moral standing poin, dampak tidak sekuat kalau pemerintah yang memberi instruksi," ungkap Sya'roni.
Namun, instruksi semacam itu juga akan menjadi pertimbangan panjang bagi pemerintah. Mereka, lanjut Sya'roni, akan menghitung untung-rugi jika menyerukan boikot secara resmi.
Tindakan berbeda dilakukan Amerika Serikat dan negara-negara Barat saat Rusia menginvasi Ukraina. AS dan Uni Eropa menyerukan negara lain menjatuhkan sanksi ke Negeri Beruang Merah.
Sanksi dari negara Barat berbagai macam seperti sanksi ekonomi, embargo perdagangan, hingga pembekuan aset ke sejumlah politikus dan oligarki Rusia.
"Karena Amerika Serikat dan Eropa gerbong besar dampaknya kelihatan, posisi Rusia disanksi Amerika dan sekutunya," demikian menurut Sya'roni.
"Ada gerakan kolektif [di antara negara Barat soal invasi Rusia]. Kalau yang di Israel tidak ada gerakan kolektif," imbuh dia.
Negara-negara Barat telah dengan kompak membela Israel, menganggapnya memiliki hak untuk membela diri. Selain itu, Amerika Serikat (AS) dan Inggris juga telah menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris.
Mereka telah memberikan dukungan yang signifikan kepada Israel, termasuk alokasi anggaran, pengiriman kapal perang, dan kapal selam bertenaga nuklir.
Sya'roni juga mengkritik Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang merupakan forum bagi negara-negara Arab. OKI tidak memiliki kesepakatan yang sekuat negara-negara Barat, dan tidak ada resolusi bersama yang mengisolasi Israel.
Meskipun ada kritik terhadap tindakan OKI dalam menghadapi konflik tersebut, mereka belum merilis resolusi bersama untuk memberlakukan embargo terhadap Israel.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]