WahanaNews.co | Harga minyak anjlok setelah Uni Emirat Arab dan kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran melakukan gencatan senjata di perbatasan Saudi-Yaman.
Kerugian awal minggu ini datang setelah harga minyak anjlok sekitar 13 persen- penurunan mingguan terbesar mereka dalam dua tahun - ketika Presiden AS Joe Biden mengumumkan pelepasan cadangan minyak AS terbesar yang pernah ada.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Minyak mentah berjangka Brent turun USD1,01 atau 1,0 persen, menjadi diperdagangkan di USD103,38 per barel pada pukul 22.23 GMT. Minyak mentah berjangka WTI melemah 84 sen atau 0,9 persen, menjadi diperdagangkan di USD98,43 per barel.
Uni Emirat Arab (UEA) menyambut baik pengumuman gencatan senjata yang ditengahi PBB di Yaman, kantor berita negara UEA WAM melaporkan pada Sabtu (2/4). Kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran, yang telah memerangi koalisi termasuk UEA di Yaman, juga menyambut baik gencatan senjata tersebut.
Gencatan senjata nasional adalah yang pertama selama bertahun-tahun dalam konflik tujuh tahun Yaman dan akan memungkinkan impor bahan bakar ke daerah-daerah yang dikuasai Houthi dan beberapa penerbangan beroperasi dari bandara Sanaa, seorang utusan PBB mengatakan pada Jumat (1/4).
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
"Ini adalah ancaman terhadap pasokan, dan gencatan senjata akan mengurangi ancaman itu terhadap pasokan," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group.
Pelaku pasar telah mengkhawatirkan pasokan global sejak invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari. Sanksi yang dikenakan pada Rusia atas invasi tersebut mengganggu pasokan minyak dan mendorong harga minyak ke hampir 140 dolar AS per barel, tertinggi dalam sekitar 14 tahun.
Pada Kamis (31/3), Biden mengumumkan pelepasan 1 juta barel per hari (bph) minyak mentah selama enam bulan dari Mei, yang pada 180 juta barel adalah rilis terbesar yang pernah ada dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) AS.