WahanaNews.co | Sebagai bentuk permintaan maaf atas skandal pelecehan seksual yang terjadi beberapa dekade lalu, para uskup di Prancis berencana memberikan kompensasi kepada para korban kebejatan pastor dan rohaniwan Gereja Katolik.
Seperti dilansir AFP, Senin (8/11/2021), pertemuan 120 anggota Konferensi Uskup Prancis (CEF) di kuil Katolik Lourdes akan memutuskan langkah-langkah apa yang diambil setelah beberapa hari mempertimbangkan isu tersebut.
Baca Juga:
Keuskupan Ruteng Jatuhkan Hukuman Berat kepada Pastor yang Terbukti Melakukan Perzinahan
Voting para uskup Prancis yang akan dilakukan secara tertutup itu, digelar sebulan setelah laporan independen mengonfirmasi adanya pelecehan seksual terhadap anak secara besar-besaran oleh para pastor sejak tahun 1950-an.
Laporan itu menyinggung soal apa yang disebut 'selubung keheningan' yang dilakukan Gereja Katolik terhadap pelanggaran itu. Disebutkan juga dalam laporan itu bahwa selama berpuluh-puluh tahun, sekitar 216.000 anak menjadi korban pelecehan seksual oleh pastor.
Pada Jumat (5/11) waktu setempat, para Uskup Prancis untuk pertama kalinya secara resmi mengakui Gereja memikul 'tanggung jawab institusional' atas tindak pelecehan seksual tersebut.
Baca Juga:
Presiden Joko Widodo Bakal Resmikan Gereja Katedral Kupang
Para rohaniwan senior Gereja Katolik Prancis berlutut dan berdoa pada Sabtu (6/11) waktu setempat sebagai bentuk penebusan dosa.
Aksi itu disambut baik sejumlah korban, namun dikritik yang lain sebagai isyarat kosong.
Para aktivis mendesak informasi detail soal bagaimana usulan Gereja Katolik Prancis untuk memberikan kompensasi kepada para korban.
Mereka juga ingin mengetahui apa yang akan dilakukan untuk memastikan pelanggaran serupa tidak akan terjadi lagi.
Komisi independen yang merilis laporan soal pelecehan seksual besar-besaran itu memberikan 45 rekomendasi untuk Gereja Katolik Prancis.
Uskup Versailles, Luc Crepy, yang juga presiden komisi CEP yang mengawasi isu tersebut, menyatakan bahwa respons yang disampaikan Gereja Katolik Prancis pada Senin (8/11) waktu setempat akan menjadi 'terjemahan konkret' dari rekomendasi-rekomendasi tersebut.
Dalam konferensi CEF tahunan di Lourdes, para Uskup Prancis mempertimbangkan berbagai isu termasuk kompensasi finansial bagi para korban, perubahan pada pelatihan rohaniwan, pengawasan yang ketat dalam Gereja dan pertanyaan tentang doktrin.
Kompensasi merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh Gereja Katolik Prancis secara cepat. CEF telah menjanjikan bahwa pembayaran pertama untuk kompensasi finansial akan dilakukan tahun 2022 mendatang.
Juru bicara CEF, Hugues de Woillemont, menyatakan bahwa semua klaim akan dipertimbangkan, terlepas apakah kasus itu melampaui statuta limitasi.
Gereja Katolik Prancis diketahui sebelumnya mengumumkan pembentukan badan independen untuk menangani kasus-kasus ini, dan ketuanya akan diumumkan pada Senin (8/11) waktu setempat.
Sementara itu, untuk isu-isu lainnya kemungkinan telah diputuskan dalam hierarki Gereja Katolik Prancis.
Pertanyaan tentang doktrin tampaknya masih menjadi masalah bulan lalu ketika pemerintah Prancis memanggil Uskup Agung Rheims, Eric de Moulins-Beaufort.
Dia memicu kemarahan publik setelah menyatakan bahwa para pastor tidak wajib melaporkan pelecehan seksual jika mendengarnya saat momen pengakuan dosa. Moulins-Beaufort pun terpaksa mencabut kembali pernyataannya itu usai dikritik.
Usai bertemu Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin -- atas permintaan Presiden Emmanuel Macron -- Moulins-Beaufort menyatakan bahwa melindungi anak-anak dari pelecehan seksual menjadi 'prioritas mutlak' Gereja Katolik Prancis. [rin]