WahanaNews.co | Diduga menggunakan spermanya sendiri secara diam-diam untuk menghamili banyak pasien, seorang perempuan di New York, Amerika Serikat, menggugat seorang dokter ginekologi.
Perempuan itu melayangkan gugatan setelah melakukan tes DNA terhadap dirinya sendiri. Ternyata, ia punya setidaknya sembilan saudara tiri.
Baca Juga:
Pjs. Bupati Labuhanbatu Utara Hadiri Peringatan HUT IDI ke-74
Ia sendiri merupakan anak dari pasien dokter Morris Wortman, yang melakukan perawatan reproduksi untuk program kehamilan di Rochester pada 1980-an.
Berdasarkan surat gugatan, dokter itu mengaku kepada keluarga bahwa pendonor spermanya merupakan mahasiswa kedokteran Universitas Rochester.
Namun, dokter itu terus merahasiakan kebenaran, bahkan hingga anak dari pasiennya itu juga menjadi pelanggannya di kemudian hari.
Baca Juga:
Kasus Dokter Aulia, Polisi: Pengakuan FK Undip-RS Kariadi soal Bully Permudah Penyelidikan
Wortman dan pasien sama-sama tak bisa dimintai komentar. Kantornya juga tak segera memberi tanggapan saat ditanya apakah ada pengacara yang bisa berbicara atas nama dokter itu.
Perempuan yang menggugat Wortman juga meminta agar namanya dirahasiakan karena kabar ini bersifat personal dan melibatkan rekam jejak medisnya. Melalui pengacaranya, dia mengatakan tak bersedia diwawancarai.
Kasus ini merupakan salah satu dari 20 lebih kasus dalam beberapa tahun terakhir di mana dokter kandungan dituduh menggunakan sperma sendiri, bukan sampel dari donor anonim, untuk merawat pasien.
Namun, gugatan yang dilancarkan pada Wortman dinilai berbeda dibanding kasus lainnya. Selain ia merupakan ginekolog, dokter itu memperlakukan perempuan tersebut sebagai pasien selama hampir 10 tahun.
Selama masa itu, ia melakukan berbagai pemeriksaan payudara dan panggul, juga mendiskusikan dorongan seksual serta masalah pribadinya. Dalam gugatan itu, tingkah laku Wortman disebut "mengejutkan hati nurani."
Dalam gugatan tersebut, perempuan itu mengetahui bahwa dirinya lahir pada tahun 1985 melalui inseminasi buatan.
Ia kemudian menjalani tes genetik pada tahun 2016. Hasil tes itu perlahan menghubungkan ke saudara tirinya satu per satu.
Salah satu saudara kandungnya, David Berry, telah menjalin komunikasi dengan penggugat selama sekitar empat tahun sebelum curiga mereka berasal dari satu ayah.
Mulanya, ia dan sejumlah saudara tiri lainnya senang ketika bertemu, sebab memiliki ikatan darah. Namun kini, perasaan mereka semakin rumit.
"Dikotomi yang menarik adalah rasa syukur atas keberadaan Anda dan pada saat yang sama mengetahui bahwa Anda adalah hasil dari sesuatu yang seharusnya tidak terjadi," kata Berry kepada Associated Press, Rabu (15/9).
Keadaan itu menjadi dilema besar. Di satu sisi, ia bersyukur atas keberadaan dirinya dan orang-orang yang punya pengalaman sama. Namun di sisi lain, ada hal yang mengecewakan.
"Saya tidak tahu bagaimana Anda bisa memaafkan pelanggaran atas kepercayaan yang diberikan seorang perempuan kepada dokternya terkait hal paling intim," katanya.
Sementara itu, Wortman terus memberikan perawatan medis kepada perempuan tersebut. Sesekali menanyakan hal pribadi soal suami dan anak-anaknya.
Ia kemudian menceritakan tentang latar belakangnya sebagai anak dari korban Holocaust. Di suatu waktu, ia janji akan memperkenal pasien itu kepada istrinya.
Selama kunjungan April lalu, berdasarkan gugatan tersebut, Wortman terkekeh pada dirinya sendiri dan berkata dengan keras, "Kamu anak yang sangat baik. Anak yang baik."
Terpisah, muncul pula hasil tes DNA yang menunjukkan hubungan genetik antara Berry dan putri Wortman dari pernikahan pertamanya.
Gugatan itu menuduh Wortman dan kliniknya, Pusat Gangguan Menstruasi, melakukan malpraktik medis, menimbulkan penderitaan emosional, kelalaian, penipuan, dan tak melandaskan tindakan atas persetujuan.
Meski demikian, menurut Kantor Kejaksaan Distrik Monroe County, Wortman tak mungkin menghadapi tuntutan pidana karena kejadian sudah terjadi terlalu lama.
"Meskipun belum ada korban yang menghubungi, biro banding kami melakukan penelitian cepat dan tampaknya mengacu pada apa yang telah dipublikasikan, tindakan kriminal tak dapat diproses karena sudah melewati batas," kata juru bicara kejaksaan distrik itu, Calli Marianetti, Selasa (14/9).
Kasus semacam ini ternyata kerap terjadi di Amerika Serikat. Kini, bahkan muncul situs-situs silsilah keluarga, seperti Ancestry.com dan 23andMe.
Di Indiana, misalnya, Dokter Donald Cline dituduh menggunakan spermanya untuk menghamili belasan perempuan. Ia memberi tahu pasien bahwa pendonor sperma untuk kehamilan itu anonim.
Cline akhirnya mengaku bersalah karena berbohong kepada penyelidik selama penyelidikan berlangsung. Ia lalu dijatuhi hukuman masa percobaan selama satu tahun.
Sementara itu, Indiana dan sejumlah negara bagian lain sebenarnya telah memberlakukan undang-undang yang secara tegas melarang dokter diam-diam memasukan sperma ke rahim pasien.
Dalam contoh lain, seorang dokter di Colorado digugat oleh setidaknya enam keluarga dengan tuduhan kelalaian dan penipuan. Hal itu karena ia diduga menggunakan spermanya dalam beberapa prosedur inseminasi buatan dari tahun 1975 hingga 1989.
Seorang perempuan di New jersey juga menggugat mantan dokter di New York dengan tuduhan serupa.
Begitu banyak kasus 'malpraktik' itu membuat rumah produksi di AS, HBO, merilis film dokumenter dengan judul "Baby Good." Film itu menceritakan dokter Nevada yang dituduh menginseminasi banyak pasien dengan spermanya. [qnt]