WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sebuah kabar yang sempat membuat gaduh jagat informasi nasional datang dari media asing yang menyebut Indonesia akan menjadi tempat pangkalan militer Rusia.
Isu itu mencuat dalam suasana geopolitik yang sedang sensitif dan langsung mengundang perhatian publik.
Baca Juga:
Jika Terpilih Jadi Presiden, Prabowo Bakal Jalankan Politik Tetangga Baik
Kabar tersebut menyebutkan bahwa Rusia disebut berencana menggunakan Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Manuhua di Biak, Papua, sebagai markas bagi pesawat-pesawat militernya. Informasi ini diangkat oleh media pertahanan internasional Janes dan kemudian dikutip oleh sejumlah media termasuk kantor berita Antara.
Menurut laporan tersebut, rencana itu konon bermula dari kunjungan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia ke Indonesia. Disebutkan bahwa dalam pertemuan itu, pihak Rusia menyampaikan permintaan kepada pemerintah Indonesia agar Lanud Manuhua bisa difungsikan sebagai pangkalan pesawat jarak jauh milik Russian Aerospace Forces (VKS).
Pertemuan yang dimaksud terjadi pada Februari 2025 antara Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin dan pejabat tinggi keamanan Rusia. Disebutkan pula bahwa lokasi yang diusulkan, yakni Lanud Manuhua, berbagi landasan pacu dengan Bandara Frans Kaisiepo.
Baca Juga:
Co Coach Timnas AMIN Tamsil Linrung: Anies Baswedan Pasti Unggul di Debat Capres KPU ke-3 Esok
Spekulasi ini pun berkembang luas dan menimbulkan kekhawatiran publik terkait kedaulatan nasional serta posisi netral Indonesia di tengah ketegangan global.
Kemenhan RI Tegaskan Tidak Ada Rencana Pangkalan Militer Rusia
Menanggapi isu yang beredar, Kementerian Pertahanan RI memberikan klarifikasi tegas. Kepala Biro Informasi Pertahanan (Karo Infohan) Setjen Kemenhan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, membantah keras kabar tersebut.
“Terkait pemberitaan tentang usulan penggunaan pangkalan Indonesia oleh Rusia, Kemhan mengklarifikasi bahwa berita tersebut tidak benar,” ujar Frega kepada Kompas.com, Selasa (15/4/2025).
Ia menjelaskan bahwa pertemuan antara Menhan Sjafrie dan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia hanyalah dalam rangka memperkuat hubungan bilateral. “Pertemuan itu tidak membahas rencana strategis apapun, apalagi tentang pendirian pangkalan militer Rusia di Indonesia,” tegas Frega.
Pengamat: Bertentangan dengan Hukum dan Konstitusi
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai isu ini lebih menyerupai spekulasi geopolitik yang tidak berdasar dan jelas bertentangan dengan hukum nasional.
“Kementerian Pertahanan sudah secara resmi membantah adanya rencana menjadikan Lanud Manuhua di Biak sebagai markas atau pangkalan militer Rusia. Dan secara hukum, hal itu memang tidak dimungkinkan. Konstitusi dan undang-undang kita, termasuk UU Pertahanan dan UU TNI, tegas melarang kehadiran pangkalan militer asing di wilayah NKRI,” kata Fahmi melansir Kompas.com, Rabu (16/4/2025).
Ia juga menjelaskan bahwa kunjungan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia saat itu adalah courtesy call atau kunjungan kehormatan yang normatif.
“Setahu saya, pertemuan dengan Menhan tidak menyentuh pembahasan soal pangkalan militer. Tidak ada rencana atau kesepakatan strategis di dalamnya,” ujar Fahmi.
Menurut Fahmi, meskipun pernah ada ketertarikan informal dari negara asing terhadap Biak sebagai lokasi strategis, pemerintah Indonesia tidak pernah membuka pintu terhadap kehadiran militer asing.
“Kalau di masa lalu ada pihak asing yang menyampaikan minat secara informal, itu pun tidak mungkin dikabulkan. Pemerintah kita, baik rezim saat ini maupun sebelumnya, saya kira masih konsisten dalam urusan kedaulatan dan menolak kehadiran militer asing,” tegasnya lagi.
Fahmi menyebut bahwa letak geografis Biak memang sangat strategis. Pulau ini menghadap langsung ke Samudra Pasifik dan dekat dengan jalur pertahanan serta orbit satelit penting dunia.
“Justru karena posisinya strategis itulah pemerintah sangat berhati-hati,” jelasnya.
Lanud Manuhua dan Perannya dalam Pertahanan Nasional
Lanud Manuhua berada di Kabupaten Biak Numfor, Papua, dan berbagi landasan pacu dengan Bandara Frans Kaisiepo.
Nama Manuhua diambil dari Mayor Udara (Anumerta) Lambertus Manuhua, pahlawan Trikora yang gugur dalam Operasi Serigala ketika Indonesia berjuang merebut Irian Barat dari tangan Belanda.
Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, nama Manuhua diabadikan melalui Keputusan Panglima AU Nomor 23 Tahun 1969. Sebelumnya, pangkalan ini bernama Lanud Boruku.
Status Lanud Manuhua meningkat dari tipe C menjadi tipe B pada 30 November 2012 berdasarkan keputusan Kepala Staf TNI AU.
Saat ini, pangkalan tersebut dipimpin oleh perwira berpangkat kolonel.
Pada 13 Februari 2025, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI M Tonny Harjono memimpin upacara pembentukan Wing Udara 9 di Lanud Manuhua.
Pembentukan satuan ini dimaksudkan untuk mendukung operasi di wilayah perbatasan, penanggulangan bencana, serta program nasional lainnya.
“Dengan demikian, Indonesia akan memiliki postur pertahanan udara yang lebih tangguh dan fleksibel dalam menghadapi berbagai dinamika keamanan di kawasan,” ujar Tonny, dikutip dari situs TNI AU.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama Ardi Syahri, juga menegaskan bahwa Lanud Manuhua adalah salah satu dari empat pangkalan TNI AU terdepan atau Forward Operating Base (FOB).
“FOB ini kita buat untuk memperpendek jarak dari ruang konflik. Istilahnya preemptive strike. Sebelum masuk, sudah kita jaga dulu,” kata Ardi pada Selasa (8/4/2025).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan dalam publikasi 15 Juli 2014, luas Lanud Manuhua mencapai kurang lebih 2.644.864 meter persegi, menjadikannya salah satu pangkalan udara penting dalam sistem pertahanan nasional.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]