WahanaNews.co | Tahun 2021 lalu, dunia kehilangan area hutan yang lebih besar dari ukuran Inggris Raya. Seperti dilaporkan Al Jazeera, Kamis (28/4/2022), hal itu diungkap dalam laporan Global Forest Watch.
Menurut laporan itu, dunia akan gagal memenuhi komitmen global yang dibuat oleh para pemimpin dunia pada KTT iklim COP26 PBB di Skotlandia pada tahun lalu. Sekitar 253.000 kilometer persegi hutan hilang selama tahun 2021. Jumlah itu sekitar 10 lapangan sepak bola per menit.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
Laporan menyebut angka kehilangan hutan itu hampir sama dengan tahun 2020, yang mengalami peningkatan tajam dari 2019. Global Forest Watch menggunakan data hutan yang dikumpulkan oleh University of Maryland.
Kehilangan hutan menjadi signifikan karena hutan menyediakan penyangga terhadap perubahan iklim karena sejumlah besar karbon dioksida yang mereka serap.
Analis mengatakan kehancuran cepat hutan menempatkan target iklim global dalam bahaya. Situasi yang paling mengkhawatirkan adalah hilangnya 37.500 kilometer persegi hutan hujan tropis tua, rumah bagi vegetasi lebat yang menyimpan karbon tingkat tinggi.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Kerugian tersebut sebagian besar disebabkan oleh kerusakan manusia, terutama pembukaan lahan untuk ternak dan tanaman.
Para peneliti menghitung bahwa hilangnya hutan hujan primer tropis pada tahun 2021 mengakibatkan pelepasan 2,5 gigaton karbon dioksida ke atmosfer, setara dengan emisi bahan bakar fosil tahunan India.
Lebih dari 40 persen kerugian itu terjadi di Brasil, di mana sekitar 1,5 juta hektare hutan hancur. Aktivis mengatakan kebijakan Presiden Jair Bolsonaro telah mengakibatkan lonjakan kehancuran baru-baru ini.
Republik Demokratik Kongo mengalami kehancuran tertinggi kedua dari hutan hujan tropis primer, dengan 500.000 hektare hilang pada tahun 2021. Bolivia, sementara itu, kehilangan hampir 300.000 hektare.
Di daerah yang lebih dingin, hutan boreal yang ditemukan di negara-negara paling utara mencapai Kanada, Rusia dan Alaska kehilangan lebih dari 80.000 kilometer persegi area tahun lalu, tingkat tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 2001, menurut laporan tersebut.
"Sebagian besar kerugian itu disebabkan oleh rekor kebakaran di Rusia, didorong oleh kondisi yang lebih panas dan lebih kering yang kemungkinan terkait dengan perubahan iklim," kata laporan itu.
Laporan tersebut memang menyoroti beberapa titik terang, khususnya di Indonesia. Kebijakan pemerintah dan tindakan sektor swasta mendorong hilangnya hutan primer sebesar 25 persen tahun lalu dibandingkan dengan tahun 2020.
Namun demikian, para analis memperingatkan berakhirnya pembekuan sementara pada perkebunan kelapa sawit baru yang dikombinasikan dengan harga minyak sawit tertinggi selama 40 tahun dapat mengancam keberhasilan negara baru-baru ini. [qnt]