Menurut ICDX, salah satu bentuk pengelolaan yang dapat dilakukan adalah menciptakan ekosistem dengan membentuk infrastruktur yang diregulasi, sehingga dapat menghadirkan pasar dan perdagangan karbon yang transparan.
Selain itu, menurut mereka, Infrastruktur yang diregulasi juga bermanfaat dalam memberikan kesadaran tentang carbon neutrality kepada masyarakat dan para pelaku bisnis di Indonesia.
Baca Juga:
BMKG Kalsel Intensifkan Edukasi Masyarakat Terkait Peningkatan Suhu Signifikan Lima Dekade Terakhir
Board of Member ICDX, Megain Widjaja, dalam Webinar A Climate Superpower Indonesia: Collaborative Efforts to Tackle Climate Crisis, menilai Indonesia hanya akan menjadi potensi semata apabila tidak memiliki infrastruktur, yaitu pasar karbon.
“Misi dari pasar karbon sendiri adalah menjadi state of the art untuk carbon awareness yang transparan dan efektif, sehingga harga karbon yang terbentuk secara transparan menjadi sinyal bagi masyarakat untuk mengubah strategi investment mereka atau bagi proyek-proyek yang sudah ada sehingga menjadi visible secara ekonomi,” katanya.
Dengan potensi alam yang besar, ICDX mengamati, Indonesia dapat mencapai net zero dengan lebih cepat, karena mempunyai potensi energi terbarukan yang jauh lebih besar.
Baca Juga:
Buka Indonesia International Sustainability Forum 2024, Presiden Jokowi Sampaikan Strategi Penanganan Perubahan Iklim
Namun, tetap dibutuhkan dorongan dan upaya yang lebih besar dari sektor energi.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, melihat, saat ini energi terbarukan dapat memberikan manfaat lain, seperti berkurangnya polusi udara, sehingga dapat mengurangi biaya sosial dan karbon.
“Menurut studi Institute for Essential Services Reform (IESR), untuk mencapai 100% energi terbarukan dapat menciptakan 36 juta lapangan kerja baru yang mana jumlahnya jauh lebih banyak dari lapangan kerja yang hilang dari transisi fossil-based ke renewable-based,” kata Fabby.