Pada 14 September 1914 HMAS AE1 berpatroli di jalur laut
menuju ke Tanjung Gazelle dengan ditemani kapal perusak bertorpedo HMAS
Parramatta untuk melindungi kapal-kapal di Pelabuhan Rabaul. HMAS AE1
dijadwalkan kembali pada pukul 6 sore, tetapi kapal selam itu dan para krunya
tidak pernah kembali.
Berdasarkan kesaksian Letnan Warren, Kapten dari HMAS
Parramatta yang dilansir dari The Strategist, Kamis (14/9/2017), tidak ada
kontak radio antara kedua kapal, diduga komunikasi yang terjadi hanya melalui
pengeras suara atau sinyal lampu. Warren juga mengatakan tidak menemukan
tumpahan minyak, tidak ada puing, ataupun panggilan darurat yang datang dari
HMAS AE1 atau sisa-sisanya, menjadikan insiden itu sebagai misteri.
Baca Juga:
Bangkai KRI Nanggala-402 Mau Diangkat, Banyak Negara Tawarkan Bantuan
Pencarian awal menyusul hilangnya AE1 dilakukan tanpa fokus
yang jelas sampai pada 1970, John Foster, seorang perwira RAN yang ditempatkan
di Port Moresby berhasil meyakinkan RAN untuk kembali mencari keberadaan HMAS
AE1. Namun, sejumlah pencarian dengan kapal yang dilengkapi sonar gagal
memberikan hasil.
Foster terus melakukan pencarian dengan dukungan berbagai
pihak sampai 2009 dan dilanjutkan oleh sejumlah pihak lain setelahnya. Sebuah
perusahaan non-profit bernama Find AE1 Ltd. telah dibentuk untuk tujuan
pencarian kapal selam tersebut. Tetapi sejumlah pencarian yang dilakukan masih
belum mebuahkan hasil.
Baca Juga:
Prabowo Janjikan Ini ke Anak Korban KRI Nanggala-402
2. USS Granadier
Seorang kru USS Grenadier Robert Palmer, dalam tulisannya
The Silent Service in World War II, mengungkap pada 22 April 1943 pagi, kru
menembaki sebuah pesawat Jepang yang menjatuhkan bom di dekatnya. Bom Jepang
menyebabkan kapal selam tenggelam.