WahanaNews.co | Charles Dunbar Burgess King dikenal sebagai politikus yang menjabat Presiden Liberia ke-17 dari tahun 1920 hingga 1930.
Kisahnya amat unik hingga patut ditelusuri lebih dalam. Bagaimana dia menggelembungkan suara pemilu menjadi sangat tidak masuk akal.
Baca Juga:
Dua Oknum ASN Pemkab Manokwari Disebut Bawaslu Langgar Netralitas
Dilansir dari Talk Africana, pada tahun 1927, dia memenangkan pemilihan presiden dengan lebih dari 15 kali lebih banyak suara daripada pemilih.
Meski begitu, skandal kerja paksa dan perbudakan memaksa pengunduran dirinya pada tahun 1930.
Charles Dunbar Burgess King adalah seorang politikus di Liberia yang menjabat sebagai Presiden Liberia ke-17 dari tahun 1920 hingga 1930. Ia adalah anggota Partai True Whig, yang memerintah negara tersebut dari tahun 1878 hingga 1980.
Baca Juga:
KPU Bone Bolango Sosialisasikan Pembentukan Pantarlih untuk Pemilihan Bupati Tahun 2024
Charles King sebelumnya adalah Jaksa Agung dari tahun 1904 hingga 1912, dan Sekretaris Negara Liberia dari tahun 1912 hingga ia terpilih sebagai presiden pada tahun 1919.
Dalam kapasitasnya itu, dia sempat menghadiri Konferensi Perdamaian Paris 1919 dan Kongres Pan-Afrika Pertama yang menyertainya.
Meskipun dikenal sebagai pendukung reformasi yang moderat, dia terus mendukung mesin patronase dan dominasi Partai True Whig.
Pada tahun 1927, King ditantang dalam pemilihan presiden oleh Thomas Faulkner. Dalam pemilihan presiden, hasilnya adalah kemenangan bagi Charles DB King yang terpilih kembali untuk masa jabatan ketiga setelah mengalahkan Thomas J Faulkner dari Partai Rakyat.
Charles memenangkan pemilihan dengan lebih dari 15 kali lebih banyak suara daripada pemilih. Pemilihan tersebut disebut sebagai pemilu yang paling curang oleh Francis Johnson-Morris, seorang kepala dari Komisi Pemilihan Nasional negara itu.
Ia juga berhasil masuk ke Guinness Book of Records sebagai peserta pemilu paling curang yang pernah dilaporkan dalam sejarah.
Menurut pernyataan resmi, meskipun ada kurang dari 15.000 pemilih terdaftar di Liberia pada saat itu, King menerima sekitar 243.000 suara, sementara Faulkner 9.000 suara.
Setelah pemilihan, Faulkner menuduh anggota pemerintahan Partai True Whig menggunakan tenaga kerja budak di rumah dan juga menjual budak ke koloni Spanyol Fernando Po, serta melibatkan Angkatan Darat dalam prosesnya. [rna]