WahanaNews.co | Bukan rahasialagi kalau keterlibatan AS di Afghanistan sejauh ini merupakan ajang balas dendam setelah tragedi runtuhnya menara kembar WTC pada 11 September 2001 silam.
Kala itu Afghanistan yang dikuasai Taliban disetir oleh AS untuk menggulingkan Taliban yang dianggap melindungi kelompok Al Qaeda.
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
Al Qaeda merupakan sekelompok orang yang diduga membajak pesawat AS dan menyerang gedung World Trade Centre (WTC) di New York City dan Pentagon di Washington DC. Akibatnya 2.977 orang meninggal dalam insiden itu.
Dilansir dari CNBC, Sabtu (11/9/2021), pada awalnya, ajang balas dendam AS kepada Al Qaeda dilakukan sendiri. Namun, muncul ide untuk melibatkan masyarakat Afghanistan yang kala itu dikuasai Taliban. AS membentuk pasukan militer dan juga membantu Afghanistan menggulingkan Taliban.
Afghanistan dipandang sebagai bagian penting dari strategi kontra-pemberontakan AS secara keseluruhan. Memanfaatkan Afghanistan tidak dengan tangan kosong, AS menyuntikkan uang ke ekonomi Afghanistan, hingga memberi pelatihan ke pekerja.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
"Mempekerjakan warga negara lokal menyuntikkan uang ke dalam ekonomi lokal, memberikan pelatihan kerja, membangun dukungan di antara warga lokal, dan dapat memberi AS pemahaman yang lebih canggih tentang lanskap lokal," tulis penulis laporan kongres 2011 tentang kontrak militer.
Uang yang dihabiskan AS sebanyak US$ 290 juta per hari setara Rp 4,1 triliun (kurs Rp 14.254) selama 7.300 hari. Itu adalah jumlah uang yang dihabiskan AS untuk perang 20 tahun dan pembangunan di Afghanistan, menurut proyek Costs of War dari Brown University.
Dengan suntikan sebanyak itu tiap harinya, warga Afghanistan yang menjadi bagian dari strategi AS tiba-tiba jadi jutawan atau disebut '9/11 jutawan'. Mereka bekerja dengan AS, mulai sebagai penerjemah untuk tentara AS hingga jadi asisten tentara dalam misi peperangan selama beberapa tahun.