Irak telah menjadi tuan rumah bagi pasukan Amerika Serikat (AS) dan Barat sejak penggulingan Saddam Hussein tahun 2003, dan AS telah melatih dan memasok berbagai unit tentara dan pasukan khusus Irak untuk membela pemerintah Baghdad dari pemberontakan. Setelah dua dekade perang, negara ini dibanjiri persenjataan.
Sebagian besar telah diserahkan secara legal ke tangan milisi Syiah yang didukung Iran, yang menentang kehadiran AS di negara itu, tetapi sejak 2016 telah secara resmi dimasukkan ke dalam angkatan bersenjata Irak sebagai bagian dari perang melawan ISIS.
Baca Juga:
Ngeri! Infrastruktur Ukraina yang Rusak Akibat Perang Capai 2 Kuadriliun
Dikenal karena efisiensi mereka dalam membongkar “kekhalifahan” ISIS—dan karena perlakuan brutal mereka terhadap warga sipil Sunni—kelompok-kelompok ini telah menjadi aktor kuat dalam pembentukan keamanan Irak.
RPG (granat berpeluncur roket) dan rudal anti-tank milik Hashd al-Shaabi, payung milisi Syiah paling kuat, diangkut ke Iran melalui penyeberangan perbatasan Salamja pada 26 Maret, di mana peralatan tempur itu diterima oleh militer Iran dan dibawa ke Rusia melalui laut.
Demikian disampaikan seorang komandan cabang milisi Irak yang mengontrol penyeberangan. Hashd al-Shaabi juga membongkar dan mengirim dua sistem peluncur roket Astros II yang dirancang Brasil, yang dikenal di Irak sebagai versi yang dibuat dengan lisensi Sajil-60, ke Iran pada 1 April. Praktik bongkar dan muat senjata tersebut diungkap sumber di internal kelompok milisi Hashd al-Sahaabi.
Baca Juga:
Penasihat Zelensky Mundur Gara-gara Urusan Rudal Rusia
“Kami tidak peduli kemana senjata berat itu pergi [karena kami tidak membutuhkannya saat ini],” kata salah satu sumber kelompok Hashd al-Shaabi. “Apa pun yang anti-AS membuat kami bahagia.”
Tiga kapal kargo yang mampu membawa muatan seperti itu—dua berbendera Rusia dan satu berbendera Iran—melintasi Laut Kaspia dari pelabuhan Bandar Anzali Iran ke Astrakhan, sebuah kota Rusia di delta Volga, dalam kerangka waktu yang ditentukan.
“Yang dibutuhkan Rusia di Ukraina saat ini adalah rudal. Ini membutuhkan keterampilan untuk diangkut karena rapuh dan mudah meledak, tetapi jika Anda berkomitmen untuk melakukannya, itu mungkin,” kata Yörük Işık, pakar urusan maritim yang berbasis di Istanbul.