WAHANANEWS.CO, Jakarta - Lebih dari 100.000 warga Israel turun ke jalan di berbagai kota untuk memprotes serangan militer ke Jalur Gaza, Palestina.
Gelombang demonstrasi yang terjadi pada Sabtu malam (22/3/2025) ini mencerminkan meningkatnya kemarahan publik terhadap kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Baca Juga:
Pernyataan Kontroversial! Dubes Israel Sarankan Eksekusi Anak Palestina
Aksi protes besar-besaran berlangsung di Tel Aviv, Yerusalem, dan beberapa wilayah lainnya.
Menurut laporan The Times of Israel, puluhan ribu demonstran memenuhi Habima Square, Tel Aviv, bahkan meluber hingga ke jalanan sekitar.
Jumlah massa kali ini meningkat drastis dibanding aksi sebelumnya yang hanya memenuhi setengah alun-alun.
Baca Juga:
208 Jurnalis Tewas sejak Oktober 2023, CPJ: Israel Targetkan Media
Lonjakan demonstran dipicu oleh keputusan Netanyahu yang berupaya memecat Kepala Badan Intelijen Shin Bet, Ronen Bar, dan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara.
Kebijakan ini dinilai sebagai langkah politik semata demi mempertahankan kekuasaannya.
Di antara massa aksi, tampak pemimpin oposisi seperti Yair Lapid dan Yair Golan, yang turut mengecam pemerintahan Netanyahu.
Mereka menuduh Netanyahu menjalankan kebijakan otoriter yang semakin memperdalam perpecahan di Israel.
"Pemerintah melakukan segala cara untuk memicu perang saudara. Netanyahu secara terang-terangan mendorongnya," ujar Lapid, yang disambut sorakan riuh dari massa aksi.
Protes dari Keluarga Sandera
Di lokasi lain, tepatnya di Hostages Square, demonstrasi dipimpin oleh Forum Sandera dan Keluarga Hilang.
Mereka memprotes serangan ke Gaza yang dinilai menghancurkan upaya gencatan senjata dan memperburuk kondisi para sandera yang masih berada di wilayah konflik.
Masyarakat yang tergabung dalam forum ini mengkhawatirkan keselamatan para sandera.
Mereka menegaskan bahwa serangan militer hanya akan memperburuk situasi dan berpotensi membunuh mereka yang masih hidup.
"Kembalinya pertempuran dapat menyebabkan para sandera yang masih bertahan tewas, sementara yang sudah gugur tak akan pernah ditemukan," demikian pernyataan Forum Sandera dan Keluarga Hilang.
Forum ini menegaskan bahwa penyelesaian konflik seharusnya dilakukan melalui jalur diplomasi, bukan dengan eskalasi militer.
"Pertempuran semestinya hanya terjadi di meja perundingan, agar seluruh sandera dapat segera kembali ke rumah mereka," lanjut pernyataan forum.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]