WahanaNews.co, Yerusalem - Israel dapat dianggap sebagai salah satu negara yang paling sering terlibat dalam konflik bersenjata dibandingkan dengan negara-negara lain di seluruh dunia.
Selain konflik dengan Palestina, Israel juga memiliki sejarah konflik panjang dengan negara-negara tetangganya di kawasan Timur Tengah.
Baca Juga:
Langgar Gencatan Senjata, Israel-Hizbullah Saling Serang Lagi
Pada Perang Arab-Israel tahun 1948 dan Perang Yom Kippur tahun 1973, Israel bahkan menghadapi serangan bersama dari Suriah, Mesir, Yordania, Arab Saudi, dan Irak.
Mengutip Kompas, akar konflik di kawasan ini memiliki sejarah yang panjang. Israel didirikan pada tanggal 14 Mei 1948 di wilayah Palestina setelah Inggris menarik diri dari wilayah tersebut.
Setelah memenangkan konflik melawan negara-negara Arab, Israel secara efektif menguasai hampir seluruh Palestina dan hanya menyisakan Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Baca Juga:
Warga Sipil Dilarang Tentara Israel Memasuki Desa-desa Lebanon Selatan
Wilayah Tepi Barat juga terus diduduki oleh pemukiman-pemukiman Yahudi yang terus bertambah dari waktu ke waktu.
Israel, terutama dalam industri manufaktur, telah menjadi salah satu yang paling maju di kawasan Timur Tengah sejak tahun 1970-an, sementara negara-negara Arab masih sangat bergantung pada pendapatan dari minyak. Israel sebenarnya memiliki sumber daya minyak dan gas alam, tetapi jumlahnya terbatas.
Menurut informasi dari laman resmi Kementerian Luar Negeri Israel, kemajuan industri negara tersebut dapat diatribusikan kepada banyaknya tenaga ahli dan intelektual yang beremigrasi dari negara-negara Eropa selama Perang Dunia II untuk menghindari penindasan.
Banyak pengungsi Yahudi dari Eropa yang datang ke Palestina membawa berbagai keahlian dalam bidang industri, ekonomi, kedokteran, hukum, dan perbankan.
Bukan hanya dari Eropa, sejumlah besar komunitas Yahudi yang telah menetap di Amerika dan bekas Uni Soviet selama beberapa dekade juga telah melakukan migrasi ke Tanah Palestina.
Eksodus warga Yahudi dari seluruh dunia ke Israel masih berlanjut hingga saat ini. Banyak di antara mereka menetap dan membangun permukiman di Tepi Barat, yang sebenarnya merupakan wilayah Palestina.
Bonus demografi dari penduduk yang terampil inilah yang membuat ekonomi Israel berkembang dengan cepat.
Hingga tahun 1970-an, Israel telah mengembangkan industri-industri seperti pupuk, pestisida, farmasi, bahan kimia, plastik, dan logam berat.
Pada tahun 2008, negara ini memiliki industri manufaktur dengan jumlah pekerja mencapai 384.000 orang, yang sebagian besar adalah pekerja yang terampil.
Meskipun memiliki keterbatasan wilayah, pada tahun 2008, Israel sudah memiliki 11.000 pabrik yang menghasilkan $58 miliar dollar AS, dan setengah dari produksinya dijual ke pasar internasional.
Sektor pertanian di Israel juga merupakan salah satu yang paling maju di dunia, dengan tingkat produktivitas lahan yang sangat tinggi, berkat pemanfaatan teknologi tinggi.
Israel dikenal sebagai salah satu negara eksportir alat pertanian dan peternakan canggih terbesar di dunia, termasuk ke Indonesia.
Selain industri manufaktur dan pertanian, Israel juga menjadi tempat pertumbuhan yang subur bagi perusahaan-perusahaan teknologi. Pada tahun 1980-an, banyak orang yang bekerja di Silicon Valley pindah ke Israel.
Meski telah tinggal di Israel, para warga Yahudi ini mendirikan pusat-pusat penelitian dan pengembangan untuk memenuhi permintaan perusahaan-perusahaan teknologi AS, seperti Microsoft, IBM, dan Intel.
Lalu, pada tahun 1990-an, para insinyur terampil juga berdatangan dari negara-negara bekas Uni Soviet untuk bermigrasi ke Israel, membuat negara itu semakin diberkati dengan kelimpahan sumber daya manusia terampil.
Industri teknologi Israel mencatatkan pertumbuhan sebesar 8 persen setiap tahunnya. Banyak perusahaan baru di sektor teknologi yang terus bermunculan, mirip dengan pertumbuhan jamur saat musim hujan.
Kondisi ini menghasilkan ranking penelitian dan pengembangan (R&D) Israel yang selalu berada di antara 10 besar dunia.
Sektor teknologi yang sebelumnya hanya menyumbang 37 persen dari produk industri, telah meningkat menjadi 58 persen pada tahun 1985, dan kemudian meningkat lagi menjadi 70 persen pada tahun 2006.
Hampir 80 persen dari produk berbasis teknologi diekspor ke luar negeri.
Ekspor produk teknologi dari Israel meningkat empat kali lipat, dari $3 miliar AS pada tahun 1991 menjadi $12,3 miliar AS pada tahun 2000, dan kemudian melonjak menjadi $29 miliar AS pada tahun 2006.
Selain pertumbuhan domestik, Israel juga menerima banyak pendanaan untuk penelitian dan pengembangan teknologi dari berbagai negara, termasuk AS, Kanada, Italia, Austria, Perancis, Irlandia, Belanda, Spanyol, China, Turki, India, dan Jerman.
Banyaknya perusahaan teknologi besar di Israel telah memberikan kontribusi besar pada pemasukan Pemerintah Israel melalui pajak, devisa, dan penyerapan tenaga kerja.
Selain itu, Israel juga menerima royalti dari paten-paten yang diciptakan oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut.
Berdasarkan data Bank Dunia, pada tahun 2022, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Israel mencapai $54.660 AS atau sekitar Rp868,86 juta (dengan kurs Rp15.890).
Sebagai perbandingan, PDB per kapita Indonesia pada tahun yang sama adalah $4.332 AS atau sekitar Rp68,86 juta.
Israel juga memiliki PDB per kapita yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara Arab tetangganya, seperti Yordania ($4.103 AS), Lebanon ($4.136 AS), dan Mesir ($3.698 AS).
Selain itu, Israel juga melampaui negara-negara Arab di Teluk, yang kaya karena sumber daya minyak, seperti Kuwait ($24.300 AS), Qatar ($66.838 AS), Uni Emirat Arab ($44.315 AS), dan Arab Saudi ($23.185 AS).
Pendapatan per kapita biasanya menjadi salah satu indikator negara maju, dengan standar umumnya di atas $30.000 AS.
Namun, status negara maju atau berkembang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti infrastruktur, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, tingkat melek huruf, serta angka kematian ibu dan bayi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]