WahanaNews.co, Jakarta - Hakim di New York pada Jumat (16/2/2024) memerintahkan Donald Trump untuk membayar denda sebesar 355 juta dollar AS (sekitar Rp 5,5 triliun) atas tuduhan penipuan dan melarangnya menjalankan perusahaan-perusahaan di negara bagian tersebut selama tiga tahun.
Putusan pengadilan tersebut menjadi pukulan berat bagi kerajaan bisnis dan situasi keuangan mantan Presiden AS tersebut.
Baca Juga:
Gara-gara Trump, NASA Batal Daratkan Orang Non-Kulit Putih di Bulan
Trump divonis bersalah atas praktik menggelembungkan kekayaannya secara tidak sah dan memanipulasi nilai properti untuk memperoleh pinjaman bank atau persyaratan asuransi yang menguntungkan.
Mantan Presiden menyalahkan Presiden Joe Biden sebagai otak di balik kasus ini. Politikus yang hampir pasti akan mencalonkan diri sebagai presiden dari Partai Republik menyebut kasus ini sebagai "senjata untuk melawan lawan politik yang unggul dalam jajak pendapat".
Trump bersumpah untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Baca Juga:
Trump Ultimatum Iran: Setiap Serangan Houthi Akan Dibalas Keras!
Meskipun kasus ini bersifat perdata dan bukan kriminal, sehingga tidak ada ancaman hukuman penjara bagi Trump, miliarder tersebut sebelumnya menyatakan bahwa larangan menjalankan bisnis di negara bagian New York akan dianggap sebagai "hukuman mati bagi perusahaannya".
Dalam menghadapi 91 tuduhan kriminal dalam berbagai kasus, Trump telah menggunakan masalah hukumnya sebagai alat untuk membangkitkan semangat pendukungnya dan mengkritik lawannya, Biden.
Dia menyatakan bahwa kasus-kasus hukum tersebut hanyalah upaya untuk "merugikannya" dalam konteks pemilu.