WAHANANEWS.CO, Jakarta - Korea Utara kembali memicu kekhawatiran global setelah dilaporkan bersiap mengirimkan hingga 30.000 tentaranya untuk memperkuat pasukan Rusia di medan perang Ukraina.
Laporan intelijen Ukraina yang dikutip CNN menyebut pengiriman ini bisa terjadi dalam beberapa bulan ke depan, menjadikannya sebagai dukungan militer terbesar yang pernah diberikan Pyongyang kepada Moskow sejak invasi dimulai pada Februari 2022.
Baca Juga:
Diduga Hasil Barter dengan Moskow, Kim Jong Un Pamer Rudal Baru
Angka tersebut tiga kali lipat dari gelombang pertama yang dikirim Korea Utara pada November tahun lalu, yaitu sekitar 11.000 tentara.
Dari jumlah itu, menurut catatan intelijen Barat, sekitar 4.000 prajurit tewas atau terluka dalam pertempuran.
Badan Intelijen Pertahanan Ukraina mendeteksi sejumlah pesawat militer Rusia telah dimodifikasi untuk mengangkut personel, yang memperkuat dugaan adanya pengiriman pasukan besar-besaran.
Baca Juga:
Kim Jong Un Bangkitkan Neraka Laut! Armada Perang Korut Siap Hantam dengan Nuklir
Selain itu, citra satelit menunjukkan aktivitas logistik mencurigakan di pelabuhan Rusia yang sebelumnya digunakan untuk mobilisasi militer, serta lalu lintas pesawat kargo di Bandara Sunan, Korea Utara.
Meski personel yang dikirim bukan tentara profesional terbaik, kehadiran puluhan ribu pasukan tambahan dari Korea Utara tetap menjadi beban strategis baru bagi Ukraina. “Kehadiran mereka bukan hanya simbolik. Ini memperpanjang napas militer Rusia di beberapa sektor medan tempur dan memberi tekanan psikologis baru,” kata Pavel Luzin, analis pertahanan dari Jamestown Foundation.
Langkah Kim Jong-un ini juga ditafsirkan sebagai bentuk konsolidasi aliansi strategis dengan Rusia.
Korea Utara diyakini mendapatkan imbalan dalam bentuk suplai pangan, energi, serta teknologi militer, termasuk transfer komponen rudal dan peralatan canggih yang sebelumnya tak dimiliki Pyongyang.
Menurut sumber intelijen, sejak awal invasi Rusia ke Ukraina, Korea Utara sudah beberapa kali mengirim bantuan militer ke Moskow.
Bantuan itu mencakup senapan serbu, peluncur granat, hingga komponen rudal balistik jarak pendek. Korea Utara juga disebut turut membangun infrastruktur militer seperti parit, pos penjagaan, dan fasilitas logistik di wilayah Ukraina timur yang diduduki Rusia.
Profesor Sung-Yoon Lee, pakar hubungan internasional dari Woodrow Wilson Center, menyebut pengiriman tentara ke medan perang Ukraina menjadi langkah taktis bagi Kim Jong-un.
“Ini bukan hanya tentang menunjukkan loyalitas pada Putin, tetapi juga ajang uji coba bagi militer Korut. Mereka menginginkan pengalaman tempur nyata untuk meningkatkan kesiapan tempur mereka di masa depan,” ujarnya.
Namun, aksi militer Korea Utara ini menuai kecaman luas dari dunia internasional. Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang secara tegas menyatakan bahwa bantuan militer dan pengiriman pasukan dari Korea Utara merupakan pelanggaran terhadap berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB.
Meski begitu, rezim Kim tampaknya tidak goyah, apalagi setelah menerima dukungan diplomatik dari Rusia dan China.
Pengamat memperkirakan terbentuknya aliansi geopolitik baru antara Moskow–Pyongyang–Beijing, yang disebut sebagai upaya menyeimbangkan pengaruh blok Barat.
“Kerja sama militer dan strategis ini lebih dari sekadar respons terhadap konflik Ukraina. Ini bagian dari poros kekuatan yang menantang dominasi Amerika dan sekutunya di panggung global,” tutur Andrew Weiss, analis kebijakan luar negeri di Carnegie Endowment.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]