WahanaNews.co | Penasihat Keamanan Amerika Serikat, Jake Sullivan, mengungkapkan Rusia bisa melakukan "operasi bendera palsu" sebagai dalih untuk menginvasi Ukraina. Namun, dia tak memberikan rincian lebih lanjut.
Amerika Serikat menuduh Rusia sengaja membuat dalih untuk melancarkan serangan ke Ukraina, menyusul konflik yang kian mendidih di perbatasan negara itu.
Baca Juga:
Ngeri! Infrastruktur Ukraina yang Rusak Akibat Perang Capai 2 Kuadriliun
Operasi bendera palsu atau biasa dikenal operasi kambing hitam merupakan perbuatan dengan maksud menyamarkan pihak yang sebenarnya bertanggung jawab dan menjadikan pihak lain sebagai kambing hitam.
Sullivan hanya mengatakan, Washington akan berbagi informasi yang mereka punya kepada dunia untuk menolak serangan Rusia.
Ia juga tak bisa memastikan kapan serangan itu akan berlangsung.
Baca Juga:
Penasihat Zelensky Mundur Gara-gara Urusan Rudal Rusia
"Kami tak bisa memprediksi hari dengan tepat, tapi kami sekarang sudah bilang untuk beberapa waktu kami sedang melakukan pengawasan," kata Jake dikutip Reuters, Senin (14/2).
Beberapa waktu lalu, AS sempat mengklaim punya bukti bahwa Rusia akan membuat video palsu yang menggambarkan serangan Ukraina terhadap negaranya.
Rusia disebut berencana melakukan serangan palsu seolah-olah menggambarkan militer Ukraina atau pasukan intelijennya ke wilayah kedaulatan Rusia, atau menyerang orang-orang keturunan Moskow di Kiev.
Sebagai bagian dari serangan palsu itu, AS percaya Rusia akan memproduksi video propaganda yang mencakup jenazah dan aktor yang digambarkan sebagai pelayat dan gambar lokasi yang hancur.
Hal itu, menurut AS, bisa menjadi alasan Rusia menyerang Ukraina, menambah pasukan, dan memasok senjata ofensif ke perbatasan negara pecahan Uni Soviet itu.
Belakangan ini, beredar kabar di sejumlah media invasi Rusia ke Ukraina akan berlangsung Rabu (16/2). Namun, para pejabat Washington tak bisa mengonfirmasi dugaan tersebut.
Konflik di Perbatasan Ukraina memanas usai Rusia mengerahkan ratusan ribu pasukan di wilayah itu. Amerika Serikat meyakini Moskow akan melakukan invasi.
Sejalan dengan pendapat AS, Inggris juga mengatakan hal serupa. Negara ini sampai-sampai menyiapkan paket bantuan militer dan galang dukungan sejumlah negara Uni Eropa sebagai antisipasi invasi Rusia.
Namun, Rusia membantah tudingan itu. Presiden Vladimir Putin justru menuduh Pasukan Pertahanan Atlantik Utara (NATO) terus memperluas dan mengerahkan tentara di wilayah itu.
Putin juga menuduh AS memanfaatkan situasi ini untuk mengendalikan kondisi di kawasan tersebut.
Di luar itu, banyak pihak khawatir akan invasi Rusia jika betul terjadi. Pekan lalu beberapa negara anggota Uni Eropa menggelar diplomasi namun tak menuai hasil.
Sementara itu, Turki menawarkan diri menjadi mediator akan konflik Rusia dan Ukraina. [bay]