WahanaNews.co | Korea Utara (Korut) disebut mengalami krisis pangan akhir-akhir ini.
Akibat krisis ini, warga negara itu diimbau untuk mengurangi makan dan menjadikan angsa hitam sebagai makanan mereka.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Baru-baru ini, media pemerintah Korut tengah mempromosikan konsumsi daging angsa hitam kepada warganya.
Tak hanya itu, seorang warga bercerita kepada Radio Free Asia pemerintah Korut berkunjung ke rumah-rumah warga untuk memberi tahu bahwa krisis pangan kemungkinan masih akan melanda hingga 2025.
Saat ini, Korut memang sedang dilanda krisis pangan akibat penutupan perbatasan demi mencegah penularan Covid-19.
Baca Juga:
Krisis Kelahiran di Korut: Pemerintah Penjarakan Dokter Aborsi dan Sita Alat Kontrasepsi
Selain itu, industri agrikultur Korut juga sempat terpukul akibat sejumlah bencana banjir.
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menyatakan bahwa Korea Utara menghadapi kekurangan pangan sekitar 860 ribu ton pada tahun ini.
Menurut laporan FAO yang dirilis pada Juni, Korea Utara diproyeksikan hanya menghasilkan 5,6 juta ton biji-bijian di tahun ini.
Jumlah itu kurang 1,1 juta ton dari angka yang dibutuhkan Korut untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh warganya.
Pada 2020, cuaca di Korut tak cukup mendukung pertanian negara itu.
Kala April hingga Mei 2020, curah hujan di negara itu mengalami penurunan.
Fenomena ini membuat Korut harus menunda kegiatan penanaman awalnya.
Di pertengahan Mei, curah hujan di Korut meningkat hingga Juli.
Peningkatan ini mendukung kegiatan panen di negara itu.
Namun, Korut mengalami topan dan hujan lebat pada awal Agustus hingga awal September 2020.
Bencana ini membuat beberapa daerah Korut terendam banjir dan terlalu banyak kelembapan tanah. Akibatnya, produksi hasil panen di negara itu terpengaruh.
Dari pertengahan September hingga akhir Oktober, curah hujan di negara itu terjadi setara rata-rata atau sedikit di bawah rata-rata.
Fenomena ini membuat kelembapan tanah di negara itu berkurang dan memungkinkan terjadinya kegiatan panen.
Kelembapan tanah dan banjir yang melanda ladang tanaman di Korut membuat hasil panen negara itu berkurang drastis.
Tak hanya itu, cuaca berawan yang terjadi menyebabkan proses fotosintesis yang dilakukan tanaman untuk berkembang menjadi tak maksimal.
Korut sendiri mengalami krisis keamanan pangan sejak lama.
Beberapa peneliti membeberkan alasan krisis antara lain akibat salah urus ekonomi.
Kondisi ini diperparah dengan sanksi internasional untuk Korut akibat senjata nuklir, bencana alam, dan pembatasan akibat pandemi Covid-19.
Kim sebelumnya mengakui bahwa situasi pangan di negaranya memang tak baik-baik saja.
Ia juga meminta maaf atas pengorbanan yang harus dilakukan warganya kala menangani pandemi virus Corona.
Mengutip Euronews, Korea Utara merupakan salah satu negara yang merasakan dampak dari perubahan iklim.
Dalam laporan Keamanan dan Risiko Iklim, Korut disebut akan mengalami gagal panen tanaman beras dan jagung, khususnya di wilayah pesisir barat negara itu pada 2030.
Korut juga diprediksi akan mengalami peningkatan intensitas hujan lebat dan bencana banjir akibat perubahan iklim di 2050.
Wilayah pesisir di negara itu juga berpotensi mengalami kenaikan permukaan air laut pada 2050.
Bukan hanya Korut, sejumlah negara seperti Italia, Amerika Serikat, dan China juga mengalami banjir bandang sebagai dampak perubahan iklim.
Para pemimpin dunia pun bersiap menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP26, di Glasgow, mulai akhir Oktober, untuk mencari solusi terkait masalah perubahan iklim yang kian mendesak. [qnt]