WAHANANEWS.CO, Brasil - Lebih dari 40 jenazah ditemukan berserakan di jalanan kawasan permukiman kumuh Complexo da Penha, Rio de Janeiro, pada Rabu (29/10/2025) pagi waktu setempat, hanya sehari setelah kepolisian Brasil melancarkan operasi paling berdarah dalam sejarah kota tersebut.
Pemandangan mengenaskan itu muncul setelah aparat melakukan penggerebekan besar-besaran terhadap jaringan narkoba terbesar di negara itu, menargetkan kelompok kriminal Comando Vermelho yang telah lama menguasai wilayah utara Rio.
Baca Juga:
Lula Terkejut, 132 Orang Tewas dalam Operasi Polisi Terburuk Sepanjang Sejarah Brasil
Menurut keterangan resmi Pemerintah Negara Bagian Rio de Janeiro, setidaknya 64 orang dilaporkan tewas dalam operasi tersebut, termasuk empat anggota kepolisian yang gugur di lokasi bentrokan.
Jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah karena proses identifikasi dan evakuasi masih berlangsung hingga Kamis pagi.
Sejumlah saksi mata mengatakan jenazah-jenazah itu dibawa oleh warga ke jalan utama untuk mencari anggota keluarga mereka yang hilang pasca-baku tembak.
Baca Juga:
Dari Energi hingga Pertahanan, Indonesia dan Brasil Bangun Babak Baru Kemitraan Strategis
Banyak warga terlihat menangis, mencoba mengenali kerabat mereka di antara tubuh-tubuh yang ditutupi kain seadanya.
Sementara itu, suasana di kawasan favela itu disebut bak medan perang, dengan ratusan peluru berdesingan, kendaraan lapis baja berpatroli, dan helikopter berseliweran di atas atap rumah-rumah kumuh.
Sebanyak 2.500 personel kepolisian bersenjata lengkap dikerahkan dalam operasi besar ini, dengan dukungan drone dan kendaraan lapis baja.
Operasi tersebut menyasar dua kawasan favela terbesar, yaitu Complexo da Penha dan Complexo do Alemao, yang dikenal sebagai markas utama jaringan narkoba Comando Vermelho.
Suara tembakan dilaporkan terdengar hingga sekitar Bandara Internasional Rio, sementara asap tebal membumbung dari sejumlah titik kebakaran yang dipicu bentrokan.
Kepanikan warga tidak terelakkan, banyak toko yang menutup paksa pintunya, dan lalu lintas di beberapa jalan utama terhenti total karena baku tembak yang terus berlanjut.
Gubernur Negara Bagian Rio de Janeiro, Claudio Castro, membenarkan bahwa operasi besar-besaran ini dilakukan untuk menghentikan ekspansi geng Comando Vermelho yang dinilai sudah sangat brutal.
“Beginilah polisi Rio diperlakukan oleh penjahat, dengan bom yang dijatuhkan dari drone. Ini bukan kejahatan biasa, melainkan narkoterorisme,” ujar Castro melalui platform X.
Pihak kepolisian menyita sedikitnya 42 senapan serbu, sejumlah besar narkoba, dan menangkap 81 orang yang diduga terlibat dalam sindikat tersebut.
Castro menambahkan bahwa 60 dari total korban tewas merupakan anggota kelompok kriminal yang selama ini menguasai perdagangan obat terlarang di kawasan utara Rio.
Operasi besar ini berlangsung hanya beberapa hari menjelang Brasil menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP 30 yang akan dihadiri para pemimpin dunia.
Selain itu, dua acara internasional lain juga akan digelar, yakni C40 Global Summit of Mayors dan penghargaan lingkungan Earthshot Prize yang dihadiri Pangeran William dari Inggris.
Pemerintah Brasil diketahui kerap melancarkan operasi besar menjelang perhelatan internasional untuk memastikan stabilitas keamanan, sebagaimana pernah dilakukan menjelang Olimpiade 2016, KTT G20 pada 2024, dan pertemuan puncak BRICS pada Juli lalu.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]