WahanaNews.co | Pemerintah Peru pada Rabu (11/1) kemarin mengkonfirmasi kematian pertama seorang petugas polisi sejak protes meletus bulan lalu atas penggulingan Presiden Pedro Castillo. Seorang polisi tewas setelah pengunjuk rasa menyergap sebuah mobil patroli.
Insiden itu terjadi di selatan kota Juliaca setelah 17 warga sipil tewas dalam bentrokan dengan polisi sehari sebelumnya.
Baca Juga:
Ratusan Massa Demo Kejari Gunungsitoli Desak Kasus Dugaan Korupsi Defisit-BOK Segera Dituntaskan
"Mayat polisi Jose Luis Soncco Quispe yang terbakar ditemukan di dekat mobil patroli yang diserang pada Selasa pagi," kata Kementerian Dalam Negeri Peru pada Kamis, menurut Russia Today (12/1/2023).
Rekannya Ronald Villasante Toque terluka dan dibawa ke rumah sakit di ibu kota, Lima. Dalam laporan telepon ke markas besar, dia mengatakan lebih dari 300 orang telah melakukan "serangan brutal" terhadap kendaraan polisi.
Menurut informasi awal, para penyerang menyita pelindung tubuh dan senjata dari petugas, termasuk dua pistol dinas dan satu senapan serbu AKM. Namun, polisi kemudian mengatakan senjata itu ditemukan di sebuah truk bensin, yang telah dibakar.
Baca Juga:
Demo ke Pemerintah, Ojol Sampaikan 6 Tuntutan
Juliaca berada di tenggara Peru, dekat Danau Titicaca dan berbatasan dengan Bolivia. Pada hari Senin, setidaknya 17 warga sipil tewas dan 30 lainnya luka-luka dalam bentrokan dengan Polisi Nasional Peru (PNP) di dekat bandara setempat.
Pada prosesi pemakaman para korban, pengunjuk rasa menghiasi peti mati mereka dengan catatan tulisan tangan yang berbunyi: "Dina membunuhku dengan peluru," merujuk pada presiden Peru saat ini, Dina Boluarte.
Menteri Dalam Negeri Peru Victor Rojas mengatakan kematian itu adalah hasil dari pembelaan diri oleh sekitar 9.000 orang yang mencoba menyerbu bandara dan menyerang polisi dengan senjata dan bahan peledak improvisasi.
Mengontrol massa menjadi tidak mungkin, kata Rojas, seraya menuduh para pengunjuk rasa ingin membuat kekacauan demi kekacauan.
Castillo ditangkap dan dimakzulkan pada 7 Desember lalu, setelah dia mencoba membubarkan Kongres dan mengadakan pemilihan lebih awal. Anggota parlemen menuduhnya melakukan pemberontakan dan mempromosikan wakil presiden Dina Boluarte sebagai penggantinya. Pendukung Castillo menganggap ini sebagai kudeta tidak sah terhadap demokrasi.
Untuk diketahui, Peru telah memiliki lima presiden dalam lima tahun terakhir, dengan Kongres mengutip ketentuan "ketidakmampuan moral" pada konstitusi untuk memberhentikan mereka yang tidak mereka sukai.
Mentweet dari penjara pada hari Selasa, Castillo mengatakan bahwa sejarah akan emngingatkan orang Peru tewas membela negara melawan kediktatoran kudeta, dan teror adalah peluru terakhir dari rezim yang memojokkan rakyat.
Menurut angka resmi pemerintah yang dirilis pada hari Selasa, setidaknya 47 orang tewas dalam protes tersebut. Ada satpam, 39 demonstran, dan tujuh warga sipil yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas terkait aksi unjuk rasa pemblokiran jalan.
Jenderal Polisi Peru Maximo Ramirez de la Cruz pekan lalu mengatakan bahwa lebih dari 300 petugas polisi terluka dalam bentrokan dengan demonstran, 19 di antaranya berakhir di rumah sakit. [eta]