Dakwaan tersebut menuduh bahwa dia menyembunyikan informasi tentang sistem kontrol penerbangan yang diaktifkan secara keliru dan menekan hidung jet Max yang jatuh pada 2018 di Indonesia, dan tahun 2019 di Ethiopia.
Ketika itu, pilot berusaha untuk mengendalikan pesawat namun gagal. Kedua pesawat menukik jatuh hanya beberapa menit setelah lepas landas.
Baca Juga:
Jessica Wongso Disebut Jaksa Manfaatkan Film Dokumenter Tarik Simpati Publik
Forkner adalah kepala pilot teknis Boeing pada program MAX. Jaksa mengatakan bahwa Forkner mengetahui tentang perubahan penting pada sistem kontrol penerbangan, yaitu Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada tahun 2016, tetapi menyembunyikan informasi tersebut dari FAA.
Penyembunyian informasi ini membuat agensi menghapus referensi ke MCAS dari laporan teknis. Informasi penting ini kemudian tidak muncul dalam manual pesawat. Kebanyakan pilot tidak tahu tentang MCAS sampai terjadinya kecelakaan pertama di Indonesia.
Jaksa mengatakan bahwa Forkner meremehkan informasi itu, untuk menghindari persyaratan bahwa pilot harus menjalani pelatihan yang mahal.
Baca Juga:
Ratusan Guru Gelar Aksi Solidaritas, Kawal Sidang Perdana Guru SD Konawe
Pelatihan ini akan meningkatkan biaya pembelian pesawat. Penyelidik Kongres memperkirakan pelatihan tambahan itu akan menambahkan biaya pembelian pesawat hingga $AS 1 juta per pesawat.
"Dalam upaya untuk menghemat uang Boeing, Forkner diduga menyembunyikan informasi penting dari regulator," kata Chad Meacham, penjabat pengacara AS untuk distrik utara Texas.
“Pilihannya yang tidak berperasaan ini telah menyesatkan FAA dan menghambat kemampuan agensi untuk melindungi penerbangan publik. Hal ini telah membuat pilot berada dalam kesulitan, karena kurangnya informasi tentang kontrol penerbangan 737 MAX,” ujar Meacham seperti dikutip dari The Associated Press.