WahanaNews.co | Pasukan militer Taiwan lakukan Latihan tembak-menembak lagi hari ini di Selat Taiwan.
Latihan itu dilakukan usai China mengulang ancamannya untuk mengendalikan Taiwan.
Baca Juga:
Hubungan Politik dan Ekonomi Indonesia-China
Dilansir dari AFP, Kamis (11/8/2022), Lou Woei-jye, juru bicara Korps Angkatan Darat Kedelapan Taiwan, mengatakan bahwa pasukannya menembakkan howitzer dan suar sebagai bagian dari latihan pertahanan pada pagi ini.
Latihan di daerah paling selatan Taiwan, Pingtung, dimulai pada 08.30 waktu setempat dan berlangsung sekitar satu jam.
Dalam siaran langsung yang ditunjukkan, terlihat senjata artileri yang disembunyikan di pinggir pantai ditempatkan secara sejajar.
Baca Juga:
CIA Datangi Prabowo di AS, Ada Apa di Balik Pertemuan Misterius dengan Presiden Indonesia?
Tampak pula tentara bersenjata Taiwan menembakkan howitzer ke arah laut satu demi satu.
Lou menegaskan bahwa latihan itu sudah terjadwal sebelumnya.
Dia menepis bila latihan dilakukan untuk menanggapi latihan perang yang dilakukan China.
"Kami memiliki dua tujuan untuk latihan tersebut, yang pertama adalah untuk mengesahkan kondisi artileri yang tepat dan kondisi perawatannya dan yang kedua adalah untuk mengkonfirmasi hasil dari latihan tahun lalu," kata Lou, mengacu pada latihan tahunan.
Latihan serupa juga diadakan Taiwan pada Selasa (9/8) lalu di Pingtung. Sama seperti hari ini, latihan militer itu melibatkan ratusan tentara.
China Bersiap Perang
Latihan militer itu digelar usai China mengindikasikan bahwa latihan militernya akan segera berakhir.
China mengklaim pasukannya berhasil menyelesaikan berbagai tugas di Selat Taiwan, sembari menegaskan akan tetap berpatroli di perairan tersebut.
Dalam pernyataan yang sama, China juga mengungkapkan bahwa bakal terus melangsungkan latihan militer dan bersiap perang.
Dalam white paper atau buku putih yang diterbitkan pada Rabu (10/8), Kantor Urusan Taiwan China mengatakan Beijing tidak akan meninggalkan penggunaan kekuatan terhadap tetangganya dan mencadangkan opsi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan.
"Kami siap untuk menciptakan ruang yang luas untuk reunifikasi damai, tetapi kami tidak akan membuka ruang untuk kegiatan separatis dalam bentuk apa pun," katanya di surat kabar itu.
China terakhir menerbitkan buku putih tentang Taiwan pada tahun 2000.
Kementerian Luar Negeri Taiwan pada hari Kamis bergabung dengan badan pembuat kebijakan utamanya di China menolak model "satu negara, dua sistem" yang diusulkan Beijing untuk pulau itu.
"Seluruh pernyataan China benar-benar bertentangan dengan status quo lintas selat dan realitasnya," kata juru bicara kementerian Joanne Ou pada konferensi pers.
"China menggunakan kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi sebagai alasan untuk menghancurkan status quo dan mengambil kesempatan untuk membuat masalah, mencoba menciptakan normal baru untuk mengintimidasi rakyat Taiwan," lanjutnya.
"Satu negara, dua sistem" mengacu pada model di mana Hong Kong dan Makau dijanjikan tingkat otonomi di bawah pemerintahan China.
Taiwan secara rutin menggelar latihan militer yang mensimulasikan pertahanan terhadap invasi China, dan bulan lalu mempraktekkan serangan balasan dari laut dalam 'operasi intersepsi bersama' sebagai bagian dari latihan tahunan terbesarnya.
Hubungan antara China dan Taiwan telah memburuk secara signifikan sejak Tsai Ing-wen menjadi Presiden Taiwan pada 2016.
Tsai dan Partai Progresif Demokratiknya tidak menganggap Taiwan sebagai bagian dari China. [rsy]