AS mengakhiri periode konfrontasi yang panjang dengan Soekarno, presiden pertama Indonesia, dengan mendukung kudeta Soeharto, yang diketahui semua orang menggulingkan Soekarno.
Namun pemerintah Indonesia mengecam Washington karena Indonesia merasa Presiden Bill Clinton telah menekan Indonesia untuk menerima hukuman talangan IMF di tahun 1998 dan kemudian memberikan referendum kemerdekaan ke Timor Leste.
Baca Juga:
China: Wahai AS, Jangan Campuri Hak Kami soal Perang Rusia-Ukraina!
Kini, Indonesia menjaga hubungan dekat dengan musuh AS, Rusia dan Iran, dan juga ada hubungan yang tumbuh dengan China.
Di bawah kepemimpinan Jokowi, China menjadi salah satu investor terbesar Indonesia, menghabiskan miliaran dolar untuk jalan raya baru, pembangkit listrik dan kereta cepat.
China juga menyediakan 80% vaksin Covid-19 Indonesia.
Baca Juga:
Tiongkok Incar Bangkai Pesawat AS yang Jatuh di Laut China Selatan
Sementara Indonesia bekerja sama dengan AS dalam bidang militer, kontraterorisme dan program pengembangan, Indonesia juga terang-terangan khawatir mengenai inisiatif keamanan AS di Indo-Pasifik, seperti kemitraan AUKUS yang bertujuan mempersenjatai negara tetangga Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir.
Kini merupakan saat yang tepat bagi Washington dan sekutunya untuk merayu Indonesia, sebut New York Times.
Tujuannya seharusnya tidak menjauhkan Indonesia dari China tapi mendukung rencana Jokowi untuk perkembangan ekonomi dan sosial, yang ia jadikan untuk menjadi pondasi penerusnya sebelum ia turun tahun 2024, dan membantu Indonesia menjadi kutub kekuatan alternatif untuk menantang kebangkitan yang terjadi di Asia, yang mana hanya China sendiri yang menjadi kunci masa depan wilayah ini.