WahanaNews.co
| Nyaris tiga bulan kudeta militer, kekerasan
di Myanmar belum juga menunjukkan tanda-tanda mereda.
Kudeta
telah memicu gelombang protes besar-besaran. Korban jiwa terus berjatuhan.
Sebanyak 739 orang dibunuh pasukan keamanan Myanmar dan 3.370 orang ditahan.
Baca Juga:
Bertahan di Rakhine, Etnis Rohingya Seolah Hidup Tanpa Harapan
Sejumlah
pengamat internasional hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khawatir, jika
dibiarkan kisruh kudeta ini akan menggiring Myanmar menuju perang sipil dan
berakhir sebagai negara gagal (failed state).
Kemungkinan
perang sipil semakin besar di Myanmar, lantaran tidak ada satu pihak pun yang
mau menahan diri.
Negara
Barat beramai-ramai terus menekan junta militer Myanmar agar segera
mengembalikan kekuasaan pemerintahan dan menghentikan kekerasan terhadap
demonstran anti-kudeta dengan melontarkan kecaman hingga sanksi.
Baca Juga:
Aung San Suu Kyi Divonis 6 Tahun Penjara
Namun
tak pernah dihiraukan oleh junta.
Rekam
jejak junta sejak pergolakan politik pada 1988 di Myanmar menunjukkan betapa
bebal rezim militer.
Meski
diserbu berbagai desakan bahkan sanksi internasional, junta tetap bergeming.
Kondisi itu mendorong negara ASEAN berinisiatif menggelar pertemuan tingkat
tinggi.