Menurutnya, ketiga instrumen sistem hukum dan diskresi itu, juga dianalisis dan evaluasi (anev), yang akan terus dilatih oleh jajaran Polri.
“Itu semua dianev dan terus akan dilatih,” kata Dedi.
Baca Juga:
Hasil TGIPF: Tragedi Kanjuruhan Lebih Mengerikan Dibanding Konten Medsos
Media asing tersebut juga mengulas pendapat para ahli, salah satunya terkait impunitas Polri, termasuk disebut tidak pernah dimintai pertanggungjawabannya setiap kali ada kejadian.
Dedi menegaskan bahwa pertanggungjawaban secara personal terus dilakukan kepada anggota yang kedapatan melakukan pelanggaran baik secara pidana maupun Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
“Setiap kesalahan yang dilakukan oleh personel sesuai pertanggungjawaban personal akan ditindak sesuai peraturan yang berlaku baik pidana dan KKEP,” kata Dedi.
Baca Juga:
Komnas HAM: Aremania Berhambur ke Lapangan Ingin Pelukan dengan Pemain
Salah satu media bergengsi dunia, The New York Times, membuat laporan khusus terkait kericuhan di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya. New York Times menyorot peran personel Polri yang menembakkan gas air mata sehingga menimbulkan kekacauan.
Dalam laporan berjudul Deadly Soccer Clash in Indonesia Puts Police Tactics, and Impunity, in Spotlight itu disebutkan pula bagaimana polisi Indonesia kerap melampaui batas dalam menghadapi kerusuhan dan seakan kebal hukum.
Ironisnya, semua itu terjadi ketika anggaran Polri terus naik.