Kejadian baru tersebut menambah daftar ngerinya AS karena sejumlah besar penembakan massal dan insiden kekerasan senjata. Menurut data yang dikumpulkan oleh Gun Violence Archive- yang mendefinisikan penembakan massal sebagai insiden di mana setidaknya empat orang ditembak dan tidak termasuk penembaknya- lebih dari 340 penembakan massal terjadi sepanjang 2023 di negara itu.
Di semester pertama 2023 ini, penembakan massal diyakini akan mencapai 679 kasus. Ini sekitar dua kali lipat dari 336 yang tercatat pada tahun 2018.
Baca Juga:
Penembakan Massal di California Tewaskan 10 Orang, Pelaku Bunuh Diri
"Itu akan menandai total tahunan tertinggi kedua selama sembilan tahun terakhir, hanya di belakang 690 yang tercatat pada tahun 2021," kata kelompok nirlaba tersebut.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden mengutuk penembakan terbaru yang terjadi. Ia menegaskan kembali seruan pemerintahnya untuk memperketat undang-undang senjata Amerika yang longgar.
"Bangsa kita sekali lagi mengalami gelombang penembakan yang tragis dan tidak masuk akal," kata presiden dalam sebuah pernyataan yang dirilis kemarin.
Baca Juga:
Penembakan Massal di California Tewaskan 6 Orang Termasuk Bayi
"Biden meminta anggota parlemen dari Partai Republik untuk datang ke meja dengan akal sehat yang masuk akal," tambahnya menyindir oposisinya yang terus menentang upaya pengekangan terhadap penyebaran senjata di masyarakat.
Partai Republik di Kongres umumnya memblokir upaya untuk secara signifikan mereformasi undang-undang keamanan senjata. Lawan Demokrat itu menentang dorongan Biden untuk mengembalikan larangan senjata serbu.
Mengutip data analisis dari Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan Universitas Washington AS sejauh ini memiliki kematian senjata terbanyak per kapita dari negara berpenghasilan tinggi mana pun. Ini menjadi catatan buruk negeri penguasa ekonomi dunia itu.