WahanaNews.co | Presiden Tunisia, Kais Saied, berjanji, dirinya tidak akan menjadi diktator, menyusul penangkapan dua
anggota parlemen setelah Saied mencabut kekebalan hukum mereka, Jumat
(30/7/2021).
Saied juga menolak tuduhan telah
melakukan kudeta setelah membekukan pemerintah pekan ini.
Baca Juga:
Masuki Pertemuan Intersesi ke-6, RI-Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA pada 2024
Tunisia terjerembab ke dalam krisis
politik setelah pada Minggu (25/7/2021) Presiden Saied memecat Perdana Menteri (PM) dan membekukan parlemen
selama 30 hari.
Akibat tindakannya itu, partai-partai
besar Tunisia menuduh Saied melakukan kudeta.
Dia belum mengambil langkah-langkah
penting untuk meyakinkan rakyat Tunisia, seperti
menunjuk PM sementara dan menyusun peta jalan (roadmap) untuk mengakhiri tindakan-tindakan darurat.
Baca Juga:
Jelang Ramadan 2024, Impor Kurma ke Indonesia Meningkat
"Saya tahu isi konstitusi dengan
sangat baik, menghormatinya dan mengajarkannya, dan setelah semua ini saya
tidak akan berubah jadi diktator seperti dikatakan sejumlah orang," kata Kantor Kepresidenan mengutip Saied, mantan
profesor hukum.
Tunisia menjadi negara demokrasi sejak
revolusi 2011 dan peristiwa politik dalam sepekan terakhir telah meningkatkan
kekhawatiran terhadap hak dan kebebasan di negara itu.
Pada Jumat (30/7/2021), anggota
parlemen dan penulis blog berpengaruh, Yassin Ayari, ditangkap
dan pemerintah mengumumkan investigasi atas dugaan kekerasan yang dilakukan
oleh pengunjuk rasa pada Senin (26/7/2021), yang memprotes langkah Saied.