WahanaNews.co | Perang
antarsuku yang telah berlangsung selama 5 hari di wilayah Darfur Barat, Sudan,
saat ini telah makan korban sekitar 87 orang. Sedangkan ribuan orang lari untuk
menghindari pertempuran itu.
Baca Juga:
TKN Prabowo-Gibran Pamer Sukses Program Makan Gratis Siswa di India dan Sudan
"Komite telah mencatat jumlah korban terbaru. Total 87
tewas dan 191 luka-luka," kata Komite Dokter Darfur Barat, seperti
dilansir AFP, Kamis (8/4/2021).
Perang antara Massalit dan komunitas Arab pecah pada hari
Sabtu lalu. Akibatnya ribuan orang melarikan diri. Beberapa melarikan diri ke
negara tetangga Chad, hal itu disampaikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Penduduk El Geneina dan PBB telah melaporkan hari-hari
pertempuran termasuk tembak-menembak. Perang itu mengakibatkan pembangkit
listrik hancur, ambulans diserang dan granat berpeluncur roket menghantam Rumah
Sakit utama Sultan Tajeldin.
Baca Juga:
Sebanyak 4,8 Juta Warga Ngungsi Akibat Bentrokan Militer Sudan dan RSF
Rumah sakit lain juga rusak dalam pertempuran itu. Komite
dokter menyebut aksi itu "perilaku biadab yang tidak dapat dibenarkan
dalam keadaan apapun,".
PBB mengatakan hal ini adalah wabah terbaru di antara
masyarakat sejak Januari, yang telah memaksa lebih dari 100.000 orang
meninggalkan rumah mereka. Pemerintah Sudan pada Senin mengumumkan keadaan
darurat dan mengerahkan pasukan ke Darfur Barat.
PBB telah menangguhkan penerbangan dan operasi bantuan ke
kota itu, pusat utama bantuan kemanusiaan. Keputusan penangguhan itu sebuah
keputusan yang menurut badan dunia itu akan mempengaruhi lebih dari 700.000
orang.
Pada hari Selasa, PBB memperingatkan bahwa "kekerasan
antar-komunitas semakin memperburuk situasi yang sudah mengerikan bagi
orang-orang yang rentan,"
Wilayah Darfur dilanda perang saudara yang meletus pada
tahun 2003 lalu, menyebabkan sekitar 300.000 orang tewas dan 2,5 juta orang
mengungsi, menurut data PBB.
Perang itu terjadi ketika pemberontak etnis minoritas
bangkit melawan pemerintah yang didominasi Arab diktator Omar al-Bashir.
Khartoum membalas dengan melepaskan milisi terkenal yang
didominasi Arab yang dikenal sebagai Janjaweed, yang direkrut dari suku-suku
nomaden di kawasan itu.
Konflik telah mereda selama bertahun-tahun, dan serangkaian
kesepakatan perdamaian terbaru telah disepakati pada bulan Oktober. Tetapi
setelah konflik bertahun-tahun, wilayah tersebut dibanjiri dengan senjata
otomatis dan bentrokan masih meletus.
Penduduk yang lama mengungsi selama tahun-tahun terburuk
perang, saat mereka kembali orang lain telah menempati tanah mereka.
Sudan berada di tengah-tengah transisi yang sulit menyusul
penggulingan presiden lama Omar al-Bashir pada April 2019, menyusul protes
massa terhadap pemerintahannya.
Pemerintah transisi telah mendorong untuk membangun
perdamaian dengan kelompok pemberontak di zona konflik utama Sudan, termasuk
Darfur. Al-Bashir dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional atas tuduhan
genosida selama konflik Darfur. [qnt]