WAHANANEWS.CO, Jakarta - Langit Kyiv kembali bergemuruh pada Jumat (6/5/2025) dini hari.
Pasukan Rusia melancarkan serangan rudal dan drone canggih yang menghantam ibu kota Ukraina dalam intensitas tinggi, dan laporan yang belum diverifikasi menyebut sistem pertahanan udara Patriot buatan AS mungkin menjadi sasaran utama.
Baca Juga:
Tu-214 Berubah Jadi Monster Udara: Rusia Siap Luncurkan Rudal Mematikan dari Jet Sipil
Serangan tersebut memicu perdebatan sengit di kalangan pakar militer.
Apakah Rusia memang secara sengaja membidik Patriot, salah satu aset pertahanan udara paling vital Ukraina, dan apa dampaknya terhadap dinamika konflik yang terus berkembang?
Pejabat Ukraina melaporkan bahwa dari delapan rudal balistik Iskander yang diluncurkan, enam berhasil dicegat, namun dua lainnya, termasuk rudal Kh-31P anti-radar buatan Rusia, berhasil menembus pertahanan dan menghantam sasaran.
Baca Juga:
Duel Jet Su-35 Rusia vs Ukraina! Putin Murka, Janjikan Balasan Api Neraka
Setidaknya, tiga orang tewas dan hampir 50 lainnya luka-luka.
Video yang beredar di media sosial memperlihatkan sistem pertahanan udara Patriot sedang menembakkan rudalnya sebelum sebuah objek terang melesat ke arah posisi Patriot dan memicu ledakan besar.
Gambar tersebut memicu spekulasi: apakah Rusia benar-benar berhasil "memburu" Patriot?
Patriot, atau MIM-104 Patriot, adalah sistem pertahanan udara canggih yang telah digunakan sejak 1980-an dan dikembangkan oleh Raytheon.
Dilengkapi radar array AN/MPQ-65 dan rudal PAC-3 dengan teknologi hit-to-kill, sistem ini dirancang untuk menembak jatuh rudal balistik dan jelajah dari jarak jauh.
Namun, kompleksitasnya juga menjadikannya target empuk. Setiap baterai mencakup radar, pusat komando, dan peluncur, semua harus dikalibrasi secara presisi agar bisa bekerja efektif.
Salah satu rudal yang diduga menyerang adalah Kh-31P, senjata antiradiasi berkecepatan Mach 3 yang dirancang untuk menargetkan radar musuh.
Beratnya 1.300 pon dengan hulu ledak 200 pon, rudal ini mampu menjangkau hingga 110 kilometer dan dipandu oleh sensor pasif yang mengunci sinyal radar seperti milik Patriot.
Strategi Rusia terindikasi melibatkan penggunaan Iskander terlebih dahulu untuk memancing radar Patriot menyala.
Begitu sinyal radar aktif, rudal Kh-31P kemudian dilepaskan dari jet tempur seperti Su-35 atau MiG-31 untuk menghantam sumber emisi tersebut. Taktik ini dikenal sebagai SEAD, Suppression of Enemy Air Defenses, yang juga digunakan militer AS dengan rudal AGM-88 HARM.
Jika benar strategi ini berhasil, maka Rusia telah mengeksploitasi kelemahan struktural dalam sistem Patriot: radar yang harus aktif untuk bisa bekerja, tetapi justru menjadikannya target bagi rudal pencari emisi.
Perang udara di Ukraina sejak invasi 2022 sangat mengandalkan sistem pertahanan seperti Patriot.
Sistem ini menjadi simbol dukungan militer Barat yang konkret. Pada Mei 2023, Patriot dilaporkan berhasil menjatuhkan rudal hipersonik Kinzhal milik Rusia.
Namun, Rusia juga mengklaim pernah merusak sistem ini dengan serangan serupa, walau dibantah Ukraina.
Serangan terbaru ini terjadi hanya beberapa hari setelah Ukraina meluncurkan operasi drone besar-besaran “Jaring Laba-laba” yang berhasil menghancurkan sejumlah pesawat pengebom Rusia. Balasan Rusia ke Kyiv bisa dibaca sebagai bagian dari siklus eskalasi ini.
Kementerian Pertahanan Rusia menyebut target mereka adalah infrastruktur militer. Namun, belum ada verifikasi independen atas klaim bahwa sistem Patriot benar-benar hancur.
Pejabat Ukraina belum memberikan konfirmasi, hanya menyatakan bahwa 49 orang luka-luka dan tiga tewas akibat serangan itu.
Sementara itu, Patriot tetap menjadi sistem pertahanan yang mahal dan langka. Setiap rudal PAC-3 diperkirakan bernilai sekitar $4 juta.
Ukraina diyakini hanya memiliki antara tiga hingga lima baterai Patriot yang harus melindungi wilayah udara yang luas, meninggalkan celah yang bisa dimanfaatkan oleh serangan multi-arah dari Rusia.
Rekaman video yang beredar memang dramatis, tapi analis memperingatkan bahwa bisa saja yang terkena hanyalah umpan, Ukraina diketahui pernah menggunakan sistem palsu tiup yang menyerupai Patriot untuk mengecoh Rusia, sebagaimana dilaporkan Defense News pada 2023.
Riwayat Patriot sendiri tidak tanpa cela. Dalam Perang Teluk 1991, klaim keberhasilannya melawan rudal Scud Irak sempat dibesar-besarkan.
Studi pemerintah AS kemudian menyebut tingkat efektivitasnya di bawah 50 persen. Namun, varian terbaru seperti PAC-3 telah mengalami banyak peningkatan.
Meski begitu, serangan saturasi atau taktik kombinasi seperti yang diterapkan Rusia tetap menjadi tantangan besar.
Sebagai perbandingan, sistem pertahanan udara Israel seperti Arrow dan David’s Sling memadukan berbagai sensor dan teknologi, namun Ukraina tidak memiliki kemewahan sumber daya yang sama untuk membangun sistem berlapis serupa.
Serangan ke Patriot, jika benar terjadi, akan berdampak strategis dan politis. Sistem ini dikirim oleh AS sebagai bagian dari paket bantuan senilai $1,1 miliar pada 2023.
Negara NATO lain seperti Jerman dan Belanda juga menyuplai sistem yang sama, dan mereka bisa saja meninjau ulang kontribusinya jika terbukti mudah dihancurkan.
Di AS sendiri, isu efektivitas dan biaya sistem seperti Patriot bisa menjadi bahan bakar debat politik, apalagi menjelang pemilihan umum.
Senator Lindsey Graham, misalnya, telah menyerukan sanksi tambahan terhadap Rusia, sebagaimana dilaporkan ABC News.
Konflik Ukraina kini makin menunjukkan wajah peperangan modern: bukan hanya soal tank dan senapan, tapi tentang radar, spektrum elektromagnetik, dan drone bertenaga AI.
Laporan Jane's Intelligence Review 2024 mencatat bahwa Rusia telah mengintegrasikan kecerdasan buatan untuk memandu drone dalam misi penargetan, membuat sistem pertahanan udara semakin kewalahan.
Sementara itu, RAND Corporation dalam studinya tahun 2023 menekankan bahwa tidak ada satu sistem pun yang bisa bertahan sendirian.
Dibutuhkan integrasi antara sistem jarak pendek dan menengah seperti Gepard, Iris-T, hingga sistem canggih masa depan seperti IBCS (Integrated Battle Command System) milik AS yang mampu menggabungkan sensor lintas platform.
Sayangnya, waktu dan sumber daya tidak berpihak pada Ukraina. Tanpa pertahanan udara berlapis dan sistem peperangan elektronik canggih seperti yang dimiliki EA-18G Growler milik Angkatan Laut AS, posisi Kyiv tetap rawan.
Serangan ini bukan hanya tes bagi kemampuan teknis sistem Patriot, tapi juga ujian bagi tekad dan ketahanan koalisi pendukung Ukraina.
Seruan terbaru Presiden Volodymyr Zelenskyy kepada Barat untuk memberikan dukungan lebih besar mencerminkan realitas suram di lapangan.
Rusia kini menekan lebih jauh di timur, termasuk di Donetsk, dengan keberhasilan terbaru mereka di Fedorivka.
Jika Kyiv kehilangan satu lagi sistem Patriot, akan semakin besar tekanan pada garis pertahanan Ukraina, dan pada aliansi Barat untuk bertindak lebih cepat.
Jika klaim ini benar, maka ini adalah pukulan telak bagi Ukraina dan Barat. Sistem Patriot merupakan simbol dukungan strategis Amerika Serikat terhadap Ukraina. Kehilangannya, apalagi akibat serangan presisi, bisa memicu kekhawatiran akan efektivitas pertahanan Ukraina ke depan.
"Jika benar Patriot berhasil dilumpuhkan, ini bukan hanya kerugian teknis bagi Ukraina, tetapi juga tamparan simbolis bagi reputasi sistem pertahanan buatan AS," kata Dr. Pavel Luzin, pakar militer Rusia dan analis kebijakan luar negeri.
Tidak hanya itu, pengamat militer internasional menyebut serangan ini sebagai bagian dari perubahan strategi Rusia.
Mereka tak lagi hanya menyerang infrastruktur sipil, tetapi secara sistematis memburu sistem pertahanan udara Ukraina.
"Rusia telah belajar dari pengalaman awal perang. Mereka tidak lagi hanya menyerang infrastruktur, tapi secara sistematis memburu radar dan sistem pertahanan aktif," ujar Michael Kofman, analis senior di Center for Naval Analyses (CNA).
Selama beberapa bulan terakhir, sistem pertahanan seperti Patriot, NASAMS, dan IRIS-T menjadi tulang punggung pertahanan udara Ukraina, khususnya dalam melindungi wilayah strategis dari serangan rudal balistik dan drone.
Namun intensitas serangan Rusia yang meningkat tampaknya berhasil mendeteksi dan menargetkan lokasi-lokasi penting tersebut.
"Ini menunjukkan bahwa peperangan elektronik dan rudal anti-radar Rusia semakin presisi dan berbahaya, terutama dalam memburu sistem seperti Patriot atau NASAMS," ungkap Jack Watling dari lembaga RUSI, Inggris.
Di sisi lain, beberapa pengamat memperingatkan bahwa kehilangan sistem pertahanan seperti Patriot dapat menguji ketahanan aliansi militer Barat terhadap Ukraina.
"Setiap serangan terhadap sistem pertahanan kami adalah ujian terhadap solidaritas dan komitmen negara-negara NATO," tegas Oleksii Reznikov, mantan Menteri Pertahanan Ukraina.
Igor Sutyagin dari RUSI menambahkan, "Jika Patriot dihancurkan, Rusia akan menggunakan itu sebagai kemenangan propaganda. Tapi yang perlu dilihat adalah bagaimana Ukraina beradaptasi."
Klaim Rusia ini belum sepenuhnya dikonfirmasi oleh pihak Barat maupun Ukraina.
Namun analis meyakini bahwa jika benar Patriot dihancurkan, hal itu menunjukkan kecanggihan taktik penyerangan Rusia yang makin sulit dihadapi.
Pertanyaannya kini, apakah Barat siap mengirim lebih banyak sistem pertahanan canggih, atau justru mulai menahan diri?
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]